DE

Hak Asasi Manusia
Pengaruh Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi dalam Organisasi dan Bisnis

Pelatihan Advokasi Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi dalam Organisasi
© unsplash/Mimi Thian

Saat ini, Diversity, Equity, dan Inclusion, biasa disingkat DEI, menjadi salah satu tema sentral dalam diskursus managemen organisasi mutakhir. Selain itu, pusat-pusat kajian DEI berdiri di banyak perguruan tinggi, organisasi nirlaba, dan perusahaan konsultan.

Sejumlah perusahaan terkemuka juga telah menerapkan DEI dalam banyak aspek, mulai dari proses rekrutmen hingga pengembangan suasana dan budaya kerja yang lebih mengapresiasi keberagaman, mencerminkan kesetaraan, dan inklusif.

Penerapan DEI dalam tata kelola organisasi penting karena DEI mengupayakan kondisi non-diskriminasi dalam organisasi dan tata kelolanya, baik pemerintah, organisasi profit ataupun non-profit. Adapun non-diskriminasi adalah salah satu prinsip dari Hak Asasi Manusia (HAM).

“Prinsip antidiskriminasi dalam HAM melarang dengan tegas praktik diskriminasi dan kekerasan atas dasar keunikan-keunikan manusiawi ini, juga mengapresiasi keberagaman, menjunjung kesetaraan, dan inklusi; dalam segala kehidupan,” kata Mathelda Chris Titihalawa (Manajer Komunikasi INDEKS), pada Kamis, 13 Oktober 2022.

Elda—demikian ia biasa dipanggil—menyampaikan itu dalam Diskusi Online Pengaruh Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi dalam Kemajuan Ekonomi yang digelar atas kerja sama Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia dan Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS), dengan dukungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia.

Elda melanjutkan, akar utama diskriminasi adalah stereotype dan prasangka. Di Indonesia, diskriminasi masih sering terjadi. Di tingkat organisasi, diskriminasi bisa dilakukan dengan sadar ataupun tidak sadar. Diskriminasi bisa terjadi atas nama ras, usia, kepercayaan, abilitas ataupun gender.

Pengaruh Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi dalam Organisasi dan Bisnis

Diversity merupakan kondisi yang menunjukkan keragaman. Equity yakni kesetaraan, dan Inclusion yang merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan yang respect dan menganggap bernilai semua orang,” jelas Elda.

DEI, menurut Elda, perlu menjadi pedoman dalam tata kelola organisasi untuk menghindari praktik diskriminasi di lingkungan organisasi. Baik organisasi pemerintah, bisnis, ataupun non-profit. Tidak hanya itu, menghidupkan DEI dalam organisasi juga memliki beberapa manfaat dalam pengembangan organisasi.

Ia mencontohkan bagaimana di lembaga tempat ia bekerja menghidupkan DEI. Ia menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang perempuan dan Kristen di tengah mayoritas anggota INDEKS lain yang laki-laki dan non-Kristen. Ia juga tidak terlalu mendalami teori libertarianisme dan isu-isu yang menjadi concern INDEKS.

“Ketika saya masuk di INDEKS, mereka memberikan kepada saya porsi dan kesempatan yang lebih untuk berkembang untuk menjadi seseorang yang hasilnya nanti punya pemahaman dan kemampuan yang sama dengan teman-teman lain yang sudah bertahun-tahun ada di INDEKS,” cerita Elda.

Senada dengan Elda, Sri Kurniati Handayani Pane (Direktur Diseminasi dan Penguatan HAM, Kemenkumham RI) selaku narasumber menyatakan bahwa keberagaman, kesetaraan dan inklusi sangat penting mengingat Indonesia adalah bangsa yang beragam yang memungkinkan terjadinya tindakan-tindakan diskriminatif yang melanggar HAM.

Sri menyampaikan bahwa kelompok yang sering mendapatkan perlakuan diskriminatif adalah kelompok rentan. Seperti anak, perempuan, lansia dan penyandang disabilitas. Mereka tidak hanya tidak boleh didiskriminasi, tapi juga harus mendapatkan prioritas.

Ia mencontohkan bagaimana Kemenkumham RI mempraktikan inklusi dengan memprioritaskan kelompok rentan. Salah satunya dengan menerima kelompok disabilitas bekerja di Kemnkumham RI. Contoh lain, dengan memprioritaskan kelompok disabilitas, orang tua dan perempuan hamil saat mengurus urusan imigrasi.

Untuk menghindari tindakan diskriminatif yang melanggar HAM di dunia bisnis, Pemerintah melalui Kemmenkumham RI, Sri menjelaskan, menerbitkan aplikasi PRISMA. PRISMA adalah suatu program aplikatif mandiri yang diperuntukan untuk membantu perusahaan untuk menganalisa risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis.

DEI Dapat Menguntungkan Bisnis dan Memajukan Ekonomi?

Narasumber ketiga, Iim Fahima Jachja (pelaku usaha dan influencer) menyampaikan bahwa Queenrides yang ia dirikan berbasis tidak hanya pada profit, tapi juga impact. Ia juga memiliki concern mengkampanyekan melalui media sosial terkait isu keberagaman dan kolaborasi dengan semua orang yang berbeda-beda.

In the end, kalau kita berbicara soal bisnis dan karier semakin kita berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda (secara identitas), maka semakin besar opportunity kita untuk striving dalam bisnis yang kita jalani,” kata Iim.

Menurut Iim, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi atau DEI memiliki dampak yang sangat signifikan dalam bisnis.

“Yang pertama, revenue growth (pertumbuhan laba bersih). Ada studi dari McKinsey (2020), secara umum, perusahaan yang mempraktikan gender diversity (keberagaman gender) di tim eksekutif, mereka out perform 20%. Jadi mereka meningkat revenue growth sampai 20% ketika dalam tim eksekutif pemerataan gendernya beragam,” jelas Iim.

Lanjut Iim, perusahaan yang representasi identitas karyawan-karyawannya beragam dari sisi kultural dan etnik, secara bisnis memiliki pertumbuhan 33%. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang tidak beragam, tidak setara dan tidak inklusif cenderung performnya turun di bawah perusahaan-perusahaan jenis pertama.

“Dampak kedua, lebih siap berinovasi. Ide-ide itu bukan sesuatu yang tumbuh di ruang kosong. Ide-ide itu diciptakan dari beragam orang dari berbagai latar belakang dan pengalaman,” ujar Iim.

Iim mencontohkan perusahaan-perusahaan yang menciptakan produk-produk inovatif dan menguntungkan yang terinspirasi dari keberagaman dan merupakan hasil kolaborasi antar-expertise dan latar belakang.

“Dampak ketiga, kemampuan untuk me-retain para karyawan. Jadi perusahaan-perusahaan yang gonta-ganti karyawan karena level loyalty-nya rendah itu mengeluarkan cost yang tinggi. Based on study, jika karyawan dihargai dan diperlakukan adil apa pun gender, jenis kelamin, ras, keyakinan, dan usia-nya; mereka 9,8 kali lebih bersemangat pergi bekerja ke kantor, 6 kali lebih bangga dengan organisasi atau perusahaan, 5 kali lebih ingin bertahan,” jelas Iim.

Selain itu, lanjut Iim, para karyawan dalam perusahaan jenis ini cenderung tumbuh lebih termotivasi dalam bekerja. Tentu saja ini akan berdampak baik pada perusahaan.

Dua hal lainnya yang menurut Iim juga penting terkait kenapa DEI penting dijalankan oleh organisasi bisnis adalah pertama bahwa adalah penting untuk bersikap saling menghargai diversity dalam tempat kerja atau respectful in workplace.

Respectful in workplace itu salah satunya untuk mencegah pengeluaran biaya yang tidak perlu karena adanya karyawan yang menuntut perusahaan karena melakukan tindakan seperti rasisme, pelecehan seksual, bullying dan diskriminasi. Bisa juga kasus itu menjadi viral dan merusak nama baik brand.

Kedua, untuk membuat perusahaan jauh lebih menarik di mata publik, bahkan dunia. Karena dengan DEI perusahaan memiliki global appeal.

“Jadi kalau perusahaannya ingin go international dan mendapatkan investor asing, harus menjalankan standar-standar kemanusiaan yang disepakati oleh dunia,” tutup Iim.