DE

Bisnis dan HAM
Harmonisasi Kemakmuran dan Kemanusiaan: Sebuah Rancangan untuk Meningkatkan Bisnis dan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Kerjasama antara FNF Indonesia dan Direktorat Jenderal HAM Indonesia dalam Mendorong Bisnis dan Hak Asasi Manusia di Indonesia
bham

Bisnis merupakan sektor penting bagi perekonomian suatu negara, karena melalui praktik bisnislah bidang ekonomi dapat berjalan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi di sisi lain perlu dilihat bahwa penerapan praktik bisnis memiliki kemungkinan menimbulkan berbagai tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Dunia Bisnis dan HAM merupakan dua mata rantai yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan, ada kemungkinan bahwa ketika bisnis dijalankan terdapat indikasi terjadinya pelanggaran HAM. Oleh karena itu, diperlukan penerapan prinsip HAM di dalam proses bisnis.

Bisnis dan HAM telah menjadi bahasan di pelbagai belahan dunia. Terkait isu HAM, perusahaan transnasional dan entitas bisnis lainnya, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB mengembangkan United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs on BHR) atau yang disebut dengan Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM. Perwakilan Khusus tersebut melampirkan Prinsip-Prinsip Panduan dalam laporan akhir kepada Dewan HAM. Dewan HAM kemudian mengesahkan Prinsip-Prinsip Panduan ini dalam resolusi 17/4 tertanggal 16 Juni 2011.

UNGPs on BHR adalah dokumen yang menjadi salah satu pedoman yang dapat digunakan oleh Negara dan perusahaan dalam memitigasi dan mengatasi pelanggaran HAM di sektor bisnis.

UNGPs on BHR mempunyai tiga pilar utama, yaitu: Pilar pertama, state duty to protect adalah kewajiban pemerintah untuk melindungi HAM. Negara menjadi pihak utama dalam melindungi warganya dari pelanggaran HAM, baik di dalam wilayah mereka dan/atau yurisdiksi oleh pihak ketiga.

Pilar kedua, business responsibility to respect adalah tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM. UNGPs on BHR mengharapkan perusahaan dapat secara proaktif memastikan dan mencegah munculnya dampak yang dapat merugikan HAM dalam praktik bisnisnya.

Dan, Pilar Ketiga, access to remedy adalah terpenuhinya hak korban terhadap akses pemulihan. Dokumen ini menekankan pada perlindungan korban dengan memastikan korban mendapatkan pemulihan atau bantuan. Sebagai salah satu pilarnya, memastikan akses pemulihan yang dibutuhkan korban menjadi tugas Negara dan juga perusahaan. Tidak hanya sekedar adanya akses tetapi juga memastikan akses tersebut efektif dan mudah dijangkau oleh semua orang menjadi tanggung jawab bersama.

Korporasi dan HAM di Indonesia

Korporasi menduduki ranking ke-2 yang paling banyak diadukan ke Komnas HAM, meskipun ada fluktuasi jumlah selama tiga tahun terakhir. Data memperlihatkan bahwa sepanjang 2019 sampai dengan September 2021, Komnas HAM RI telah menerima 1.366 pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi. Jumlah kasus dengan teradu korporasi pada tahun 2019 sebanyak 435 berkas, tahun 2020 sebanyak 455 berkas, serta 2021 sebanyak 428 berkas. Isunya terkait agraria, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup dengan hak yang dilanggar adalah hak atas kepemilikan tanah, hak atas kesejahteraan serta hak hidup (lingkungan hidup). Data di atas memperlihatkan bahwa isu bisnis dan HAM menjadi permasalahan serius yang harus dicarikan solusinya.

Situasi tersebut menunjukkan bahwa keberadaan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia memberi dampak terhadap HAM. Perlu adanya upaya yang harus dilakukan baik pemerintah, dalam hal ini negara, maupun perusahaan untuk memitigasi risiko, potensi, dan dampak yang mungkin timbul dari aktivitas bisnis.

Selama ini, pelaku bisnis belum sepenuhnya mengetahui adanya suatu pedoman terkait pelaksanaan Bisnis dan HAM yang dapat dijadikan panduan dalam mendorong peningkatan kesadaran dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia dalam operasional bisnisnya. Pelaku bisnis seakan menjalankan korporasi yang dimiliki tanpa mengetahui adanya prinsip-prinsip HAM yang harus dipenuhi. Hal tersebut dapat menjadi embrio bagi berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di dunia bisnis.

Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM

Pemerintah Indonesia pada tanggal 26 September 2023 telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM. Regulasi ini memuat tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM yang berfungsi sebagai pedoman bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan bisnis dan HAM dan pedoman bagi pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya untuk ikut serta dalam penghormatan HAM pada sektor bisnis. Regulasi ini juga diharapkan dapat memacu iklim kompetitif dunia usaha di Indonesia yang tetap berlandaskan penghormatan HAM.

Pengesahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM ini menjadikan Indonesia sebagai negara ke-8 (delapan) di Asia setelah Thailand, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Pakistan, Mongolia, dan Vietnam dan menjadi negara ke-3 (tiga) di ASEAN setelah Thailand dan Vietnam yang memiliki National Action Plans (NAPs) on Business and Human Rights (BHR).

Menurut Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023, Strategi Nasional Bisnis dan HAM merupakan arah kebijakan nasional yang memuat strategi dan langkah yang digunakan sebagai acuan bagi Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Pelaku Usaha, dan Pemangku Kepentingan Lainnya untuk kemajuan dunia usaha dengan memperhatikan pelindungan, penghormatan, dan pemulihan HAM. Strategi Nasional Bisnis dan HAM diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang lebih terpadu, terfokus, berdampak, dan terukur mengenai Bisnis dan HAM, yang didukung oleh evaluasi dan pengawasan yang berkesinambungan dan transparan, serta koordinasi yang lebih intensif antara Kementerian dan Lembaga Pemerintahan maupun dengan Pelaku Usaha serta masyarakat. Strategi Nasional Bisnis dan HAM ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam mencegah dan mengatasi potensi dampak kegiatan bisnis terhadap HAM dan memberikan pemulihan yang efektif terhadap korban yang terdampak.

Pada acara Peluncuran Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM di Grha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM tanggal 6 November 2023, Menteri Hukum dan HAM, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D., menyatakan bahwa tata kelola yang baik dalam dunia usaha, tidak lepas dari tanggung jawab untuk menghormati HAM. Karena itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang mengadopsi United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs on BHR). Beliau juga menjelaskan Stranas Bisnis dan HAM merupakan panduan-panduan yang rill dan lebih detail bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam mengarusutamakan Bisnis dan HAM. Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Koordinator Polhukam, Prof. Dr. Mahfud, MD, yang mengatakan bahwa pengesahan Stranas Bisnis dan HAM menunjukkan komitmen pemerintah di dalam mewujudkan penghormatan dan pelindungan HAM khususnya di dunia bisnis.

Stranas Bisnis dan HAM ini juga dapat meningkatkan daya saing sektor bisnis Indonesia di tingkat global. Karena itu setelah pengukuhan GTN BHAM, KemenkumHAM diharapkan dapat segera mendorong pembentukan Gugus Tugas Daerah (GTD) Bisnis dan HAM. Beliau juga mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama berkomitmen dalam mewujudkan bisnis yang ramah hak asasi manusia di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

bham

Minister of Law and Human Rights, Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D. at the inauguration of the Presidential Regulation No. 60 Year 2023.

Arah Tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023

Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM memuat berbagai strategi yang dapat dijalankan untuk menjawab tantangan dan kendala dalam menghadapi isu Bisnis dan HAM, beberapa strategi tersebut antara lain:

  1. peningkatan, pemahaman kapasitas, dan promosi Bisnis dan HAM bagi semua pemangku kepentingan;
  2. pengembangan regulasi, kebijakan, dan panduan yang mendukung perlindungan dan penghormatan HAM; dan
  3. penguatan mekanisme pemulihan yang efektif bagi korban dugaan pelanggaran HAM dalam praktik kegiatan usaha.

Sebagai upaya untuk menjalankan berbagai strategi di atas, maka Kementerian Hukum dan HAM menindaklanjuti dengan melakukan berbagai langkah percepatan pelaksanaan Bisnis dan HAM. Langkah awal yang dilakukan adalah menyusun peraturan turunan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM, salah satunya adalah PermenkumHAM yang mengatur mengenai mekanisme dan tata kerja terkait Gugus Tugas Nasional dan Gugus Tugas Daerah Bisnis dan HAM. Diharapkan melalui PermenkumHAM tersebut dapat mempercepat pelaksanaan strategi nasional dan mendorong pengarustamaan bisnis dan HAM.

Dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 terkait Aksi Bisnis dan HAM, disampaikan bahwa dalam rangka penyusunan Strategi Nasional Bisnis dan HAM, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membentuk Gugus Tugas Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia (GTN BHAM) pada tahun 2021 melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.HA.O1.O7 Tahun 2021 yang terdiri dari 20 (dua puluh) kementerian/lembaga, perwakilan lembaga masyarakat, asosiasi pelaku usaha, dan akademisi. Melalui rancangan PermenkumHAM ini diharapkan dapat memperkuat GTN BHAM dengan penyempurnaan struktur, tugas dan fungsi, serta penambahan beberapa kementerian/lembaga yang sangat terkait dengan Strategi Nasional Bisnis dan HAM.

Sedangkan untuk peran Pemerintah Daerah dalam implementasi Penghormatan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia (PSHAM) maka dibentuk Gugus Tugas Daerah Bisnis dan Hak Asasi Manusia (GTD BHAM) yang terdiri dari organisasi perangkat daerah tingkat provinsi, instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, serta mitra non-pemerintah.

PRISMA sebagai Tools Uji Tuntas HAM bagi Pelaku Usaha

Uji Tuntas HAM adalah proses penilaian terhadap dampak potensial dan nyata HAM yang mungkin disebabkan oleh operasional bisnis, kemudian mengintegrasikan dan melakukan tindakan-tindakan mitigasi atas temuan-temuan di lapangan. Selain itu juga merupakan suatu mekanisme bagi perusahaan untuk melihat adanya kebijakan HAM pada perusahaan, penilaian dampak kegiatan perusahaan pada HAM, melacak dan melaporkan kinerja, dan adanya mekanisme komplain atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh perusahaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam memenuhi tugas untuk melindungi, negara harus memberikan panduan yang efektif kepada perusahaan bisnis tentang bagaimana menghormati HAM dalam pelaksanaan operasi mereka. Panduan tersebut harus memberi nasihat tentang metode-metode yang pantas, termasuk uji tuntas HAM, dan bagaimana mempertimbangkan secara efektif persoalan gender, kerentanan dan/atau marjinalisasi, mengakui tantangan khusus yang mungkin dihadapi oleh masyarakat asli, perempuan, kelompok etnis atau warga minoritas, kelompok agama atau linguistik minoritas, anak-anak, penyandang cacat dan pekerja migran dan keluarganya.

Dalam melakukan uji tuntas maka diperlukan instrumen atau tools yang dapat dipakai oleh pelaku bisnis, salah satu tools yang ada di Indonesia adalah PRISMA. PRISMA merupakan suatu program aplikatif mandiri yang diperuntukkan untuk membantu perusahaan dalam melakukan analisa risiko pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh kegiatan bisnis. PRISMA ini berupa aplikasi berbasis website terkait Penilaian Risiko Bisnis dan HAM yang diluncurkan oleh Direktorat Jenderal HAM.

Terdapat 4 (empat) tujuan PRISMA itu sendiri, yaitu memfasilitasi semua perusahaan di semua sektor bisnis besar maupun kecil untuk menilai dirinya sendiri (self assessment) dengan menetapkan rencana tindak lanjut dari hasil penelitian, melacak pengimplementasian terhadap tindakan lanjutan, memetakan kondisi riil atas dampak operasional atau risiko bisnis terhadap HAM dan mengkomunikasikan berbagai rangkaian yang dijalankan kepada publik.

PRISMA merupakan suatu bentuk edukasi bagi pelaku usaha dan bisnis agar mempunyai pengetahuan dan pemahaman terhadap berbagai hal mengenai Bisnis dan HAM. Selain itu, PRISMA juga dapat dipakai sebagai panduan untuk mengukur tingkat pemahaman pelaku bisnis terhadap penerapan Bisnis dan HAM. Dan akhirnya, PRISMA dapat menjadi platform media komunikasi dan dialog antar pelaku usaha dan pelaku usaha dengan pemerintah.

Saat ini telah ada 231 perusahaan yang melakukan self-assessment melalui aplikasi PRISMA. Data tersebut menunjukkan bahwa berbagai perusahaan sangat terbuka dan antusias dalam melakukan self-assessment tersebut. Perusahaan-perusahaan tersebut ingin tahu apakah roda usaha yang dijalankan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi HAM. Ketika memang ada kekurangan, mereka juga secara positif dapat menerima dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

Kegiatan Kolaborasi FNF (Friedrich Naumann Foundation) Indonesia dan KemenkumHAM

 

FNF Indonesia mempunyai banyak peran dalam membantu misi Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan terkait perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Bahkan dalam penyusunan dan pembahasan terkait Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM, FNF memberikan dukungan penuh sampai dengan disahkan dan dapat diimplementasikan untuk pengarusutamaan bisnis dan HAM.

Sebagai bentuk dukungan dalam penghormatan HAM, di tahun 2023 telah dilakukan beberapa kegiatan kerja sama antara FNF Indonesia dengan Direkorat Jenderal HAM Kemenkumham terkait pelaksanaan Bisnis dan HAM dengan mendukung dilaksanakannya pengukuhan Gugus Tugas Daerah Bisnis dan HAM di berbagai provinsi antara lain Aceh, Lampung, Semarang, Bali, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tengah. Pengukuhan Gugus Tugas Daerah Bisnis dan HAM dilakukan sebagai salah satu langkah percepatan Strategi Nasional Bisnis dan HAM di daerah.

Gugus Tugas Daerah Bisnis dan HAM ini bertugas mengkoordinasikan upaya bisnis dan HAM di daerah sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di setiap provinsi memegang peranan dalam pengawasan terkait aktivitas bisnis yang sesuai dengan HAM. Dibentuknya Gugus Tugas Daerah BHAM ini juga merupakan bentuk komitmen dari pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan Bisnis dan HAM. Hal ini menunjukkan niat dan upaya dari pemerintah menegakkan prinsip-prinsip HAM di dunia usaha sehingga berbagai pelanggaran HAM dapat diatasi.

Selain kegiatan pengukuhan GTD BHAM di berbagai provinsi, FNF juga mendukung Direkorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM dalam penyusunan draft PermenkumHAM tentang Tata Kerja GTN (Gugus Tugas Nasional) dan GTD (Gugus Tugas Daerah) Bisnis dan HAM. Kegiatan Focus Group Discussion terkait penyusunan draft tersebut dilakukan di Jakarta, pada tanggal 30 Oktober 2023.

bham

Team photo after Focus Group Discussion with attendees from Friedrich Naumann Foundation Indonesia and Directorate General Human Rights Indonesia (30/10/2023).

Direktur Jenderal HAM, Dr. Dhahana Putra, Bc.IP., S.H., M.Si., yang hadir dan membuka kegiatan mengatakan bahwa Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM menjadi kickstart terkait pelaksanaan Bisnis dan HAM di Indonesia. Beliau menambahkan bahwa untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden maka harus mempercepat efektivitas fungsi GTN (Gugus Tugas Nasional) dan GTD (Gugus Tugas Daerah) Bisnis dan HAM. Salah satu amanat yang penting adalah penyusunan Permenkumham terkait Tata Kerja GTN dan GTD Bisnis dan HAM yang akan melibatkan anggota inti GTN Bisnis dan HAM. Apresiasi penuh diberikan atas dukungan FNF atas terselenggaranya kegiatan ini. FNF dinilai sebagai mitra yang senantiasa mendukung dan bekerjasama dengan pemerintah dalam pengarusutamaan bisnis dan HAM di tanah air.

-------------

Ditulis oleh Serafica Kartikadjati, Analis Kerja Sama Dirjen HAM

Diedit oleh Rania Rizkiadinda, Communications Officer FNF Indonesia.