DE

Hak Asasi Manusia
Kabupaten Wonosobo Ramah HAM: Edisi September 2022

Rangkaian Kegiatan Kabupaten Wonosobo Ramah HAM di Bulan September 2022
Kegiatan Kabupaten Wonosobo Ramah HAM, September 2022

Kegiatan Kabupaten Wonosobo Ramah HAM, September 2022

Diawali dengan diskusi bertajuk “Hak Publik Atas Keterbukaan Informasi – Menggagas Lahirnya Peraturan Bupati Standar Layanan Informasi Publik Di Kabupaten Wonosobo”, pada Rabu, 14 September 2022, bertempat di Hotel Dafam Wonosobo.

Beberapa narasumber dalam kegiatan ini, antara lain: Fahmi Hidayat (Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Wonosobo - Koordinator Desk Wonosobo Ramah Ham), Drs. Sosiawan, M.H (Ketua Komisi Informasi Provinsi Jateng), Astin Meiningsih (Koordinator Wilayah MAFINDO Wonosobo – Forum Madani Wonosobo) dan Andrianto Tri Wibowo (Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda pada Bagian Hukum Sekertaris Daerah Wonosobo).

Fahmi Hidayat melihat bahwa Negara dalam hal ini pemerintah sudah mengusahakan terciptanya keterbukaan informasi, salah satunya melalui Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

“UU KIP INI menjamin hak-hak masyarakat untuk tahu. Namun, tantangannya bagaimana menciptakan keterbukaan informasi publik yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat, “ungkap Fahmi Hidayat.

Ketua Komisi Informasi Provinsi Jateng Drs. Sosiawan, M.H menyebutkan, pemerintahan sebagai badan publik harus menyampaikan kinerja mereka ke publik. Hal inilah yang akan menciptakan transparansi sehingga muncul akuntabilitasi dan partisipasi dalam arti positif otomatis akan terbangun.

“Kendala saat ini masih banyak yang menggunakan pola pikir lama. Untuk apa sesuatu itu dibuka, kalo ditutup aman? Ketertutupan adalah budaya kita. Diakui atau tidak itu bagian budaya kita,”

- Drs. Sosiawan, M.H

Sosiawan juga menambahkan keterbukaan informasi bukan berarti ketelanjangan atau eksploitasi secara berlebihan. Sebuah informasi dapat digolongkan menjadi kategori dikecualikan jika lolos uji konsekuensi, yaitu kepentingan publik/ negara dan dasar hukum.

Sementara itu, Koordinator Wilayah MAFINDO Wonosobo Astin Meiningsih, menyoroti Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Non-Governmental Organization (NGO). Kehadiran NGO bermaksud membantu merencanakan dan mengevaluasi kebijakan pemerintah.

“Setiap OPD sudah mulai untuk membuka diri terhadap NGO. Badan publik harus pintar membedakan mana NGO abal-abal dan NGO asli. NGO menjalankan fungsi kontrol kepada badan public dalam arti positif,”kata Astin.

Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Muda pada Bagian Hukum Sekertaris Daerah Wonosobo, Andrianto Tri Wibowo menegaskan kembali kewajiban lembaga publik dalam keterbukaan informasi.

“Kata kunci dalam diskusi ini adalah sebaiknya Lembaga publik mulai menyediakan informasi publik sebelum diminta oleh masyarakat. Hal ini adalah sebuah kewajiban lembaga publik sebagai badan publik seperti yang tercantum pada Undang-Undang dan Peraturan Bupati, “jelas Andrianto.

Kabupaten Wonosobo sudah memiliki Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik dalam  UU No. 30 Tahun 2009. Dalam diskusi ini juga terdapat beberapa masukan untuk Rencana Perubahan Bupati, antara lain: 1) judul untuk dikembangkan menjadi penyelenggaraan keterbukaan informasi publik, 2) desa agar diatur dalam bab khusus, 3) pelayanan disabilitas didetilkan 4) peran masyarakat lebih diperjelas.

Dengan diskusi tersebut diharapkan kualitas keterbukaan informasi publik di Wonosobo semakin meningkat dan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat di Wonosobo.

Diskusi Penyiapan Masyarakat Desa Buntu Sebagai Laboratorium Kebhinekaan dan Icon Desa Ramah Ham Wonosobo

Diskusi Penyiapan Masyarakat Desa Buntu Sebagai Laboratorium Kebhinekaan dan Icon Desa Ramah Ham Wonosobo

Seminar Penyiapan Masyarakat Desa Buntu sebagai Laboratorium Kebhinekaan dan Icon Desa Ramah HAM Kab. Wonosobo

Desa Buntu Kecamatan Kejajar merupakan desa yang dikenal mampu menjaga kerukunan warga nya yang berlatar belakang majemuk dengan perbedaan agama yang diimani. Selama ini, desa Buntu menjadi rujukan dari berbagai pihak untuk meneliti tentang toleransi antarumat beragama, dan tujuan live in siswa dari kota-kota besar yang ingin mempelajari kebhinekaan di Desa.

Namun, pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Buntu selama ini menemui kendala menciptakan kesetaraan pada warga desa dalam proses musyawarah, berkeadilan dan dapat memuaskan semua pihak.

Oleh karena itu, Desk Kabupaten Wonosobo ramah HAM. Bertempat di hotel Dafam Wonosobo, Desk Kabupaten Wonosobo ramah HAM yang difasilitasi oleh FNF Indonesia mengadakan Diskusi “Penyiapan Masyarakat Desa Buntu sebagai Laboratorium Kebhinekaan dan Icon Desa Ramah HAM Wonosobo”, 20 September 2022.

Peserta diskusi terdiri dari BPD, Kepala Desa, Perwakilan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Budha, Katolik dan Protestan dan juga Forum Komunikasi Umat Beragam Kabupaten Wonosobo.

Diskusi Penyiapan Masyarakat Desa Buntu Sebagai Laboratorium Kebhinekaan dan Icon Desa Ramah Ham Wonosobo

Peserta Seminar Diskusi Penyiapan Masyarakat Desa Buntu Sebagai Laboratorium Kebhinekaan dan Icon Desa Ramah Ham Wonosobo

Diskusi berjalan cukup dinamis dan hidup dengan menghadirkan 3 (tiga) orang narasumber, yaitu Arif Setiawan, peneliti dan dosen Universitas Brawijaya Malang, yang telah mengadakan penelitian di Desa Buntu sejak tahun 2020 walaupun terhambat karena adanya pandemi Covid-19.

Arif menyampaikan materi “Urgensi Pembangunan Laboratorium Kebhinekaan untuk Memperkuat Implemetasi Kabupaten Wonosobo Ramah HAM”.

“Desa Buntu pada masa mendatang membutuhkan trajektori penguatan toleransi untuk kerukunan, kesejahteraan, dan keadilan bagi warga Desa Buntu, sehingga perlu membentuk Laboraturium Kebhinekaan,”

- Arif Setiawan, peneliti Desa Buntu.

Arif menerangkan beberapa langkah perlu diambil sebagai tindak lanjut dari diskusi ini, yaitu: (1) Pelembagaan Desa Buntu sebagai laboraturium kebhinekaan melalui pembentukan Perda/Perbup/Perdes, (2) Political will yang kuat dan memadai dari pemilik otoritas di Kabupaten Wonosobo dan Desa Buntu, (3) Menyusun desain dan beberapa tahapan pembentukan laboraturium kebhinekaan, (4) Memberikan anggaran yang memadai melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) paling dekat, (5) Melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam membentuk leboraturium kebhinekaan, (6) Kurangnya dukungan Desa Buntu menjadi icon Ramah HAM dari Pemkab Wonosobo, dan (7) Perlunya upaya bagaimana membawa isu Wonosobo sebagai Kota Ramah HAM ke ranah internasional agar Wonosobo ini mendapat perhatian dari isu pemerintahan.

Sementara itu, Dr. Diasma Sandi Swandaru, Dosen Ilmu Pemerintahan STPMD "APMD" Yogyakarta/pusat studi pancasila UGM, menyampaikan materi bertopik “Peluang dan tantangan Penegasan Desa Buntu sebagai Laboratorium Kebhinekaan Kabupaten Wonosobo.”

“Tantangan Desa Buntu sebagai Laboratorium Kebhinekaan Kabupaten Wonosobo adalah era digital dengan literasinya,”

- Dr. Diasma Sandi Swandaru

Proses mengasah pemahaman warga ini cukup penting untuk memastikan warga bisa mendengar dan melihat secara utuh konsep ikon Wonosobo ramah HAM dan laboratorium kebhinekaan.

Setelah dinilai semua peserta cukup paham dengan uraian materi maka selanjutnya moderator, Tafrihan, menanyakan kepada perwakilan masyarakat yang dimulai dari kepala desa, BPD, perwakilan, agama Budha, Perwakilan NU, Muhammadiyah, Kristen dan terakhir unsur perempuan.

Semua perwakilan warga menyampaikan setuju dan menyambut dengan gembira, akan tetapi butuh dukungan di beberapa sektor terkait dengan tidak adanya taman bermain anak yang bisa digunakan bersama, untuk mempererat hubungan emosional anak usia TK, karena dalam kurung beberapa tahun ini sudah mulai terkotak-kotak.

Sementara dari NU dan Muhammadiyah menyampaikan sangat setuju dan senang akan tetapi butuh dukungan untuk pemenuhan sarana sekolah PAUD dan TK yang walaupun milik NU akan tetapi yang sekolah di TK tersebut terdiri dari anak dari warga Kristen, Budha dan lainnya.di mana artinya selama ini sekolah tersebut sudah menjadi sekolah inklusi di mana semua diperlakukan sama.

Moment untuk mendapat persetujuan dan kesepahaman ini sangat penting karena selama ini banyak pihak yang berusaha untuk menfasilitasi akan tetapi kerap mendapat penolakan dari sebagian warga.

Pada sesi akhir setelah adanya sambutan baik dari warga, moderator mengundang kepala Kesbangpolinmas kabupaten Wonosobo mewakili Pemkab untuk menyampaikan komitmennya.

Drs Agus Kris, mewakili Pemkab Wonosobo menyampaikan apresiasi pada toleransi warga desa Buntu dan karena warga sudah setuju semua dan siap maka Pemkabpun komitmen untuk membantu sesuai dengan tupoksi masing-masing OPD.

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan membuat perencanaan/masterplan agar arah pembangunanya jelas, setelah adanya masterplan dan DED baru nantinya secara bertahap dilaksanakan aksi nyatanya di lapangan. Terkait sekolah inklusi akan dikomunikasikan dengan Dikpora Kab.Wonosobo

Diskusi yang cukup dinamis ini diakhiri dengan pesan oleh moderator sehubungan dengan perencanaan ini hendaknya pihak desa dan kecamatan juga ikut terlibat lebih aktif seperti menyediakan anggaran lewat Musrenbangdes Penyusunan RKPDes TA 2023 dan disetujui oleh kepala desa dan BPD untuk memasukkan hal tersebut dalam agenda desa.

Seminar Hak dan Peran Warga dalam Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan

Bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya  berbagai  macam  kegiatan  ekonomi  di  Kabupaten Wonosobo  menimbulkan  bertambahnya  volume,  jenis, dan karakteristik sampah.

Pengelolaan sampah merupakan sistem yang terkait dengan dengan banyak pihak, Semua pihak ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Oleh karena itu, untuk mencari solusi bersama multipihak dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan diadakanlah “Seminar Hak dan Peran Warga dalam Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan” pada 21 September 2022. Kegiatan  ini kolaborasi Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan FNF Indonesia.

Hadir dalam seminar ini berbagai narasumber, yaitu Bapak Sekda Kab.Wonosobo, Endang Lisdiyaningsih sebagai Kepala  Dinas  Lingkungan  Hidup Kab.Wonosobo, Wildayanti sebagai Ketua Umum Asosiasi bank Sampah Indonesia (ASOBSI), dan Joko Supriyanto (Asper BKPH perhutani Kedu Utara).

Endang Lisdiyaningsih menyampaikan catatan dinas LH saat ini ada sekitar 125 desa yang membuang sampah di TPA Wonoreja dan itu sudah mencapai 150 ton perhari.

“TPA wonorejo sangat terbatas ini bisa menyebabkan kolaps, apalagi jika semua desa ikut membuang disana sejumlah 256 Desa. Ditambah lagi  dengan  kebiasaan  kita membuang sampah di sungai ini bisa menyebabkan terjadinya banjir dan sedimentasi di waduk mrica yang jadi penggerak turbin suplai listrik jawa bali, “ungkap Endang.

Endang menambahkan inovasi yang sedang diterapkan di Wonosobo adalah bersih tanpa TPA dengan menyusun masterplan dan roadmap pengelolaan  sampah habis  di  desa,  membuat  percontohan beberapa desa  dan secara bertahap mulai membuat kartu control sampa organic tidak boleh masuk TPA.

Sementara itu,  Asper Perhutani BKPH Kedu Utara, Yulianto  menjelaskan bahwa ada sekitar 30 lokasi yang dijadikan sebagai obyek wisata pendakian, dari obyek itu ada sekitar 4.5 ton sampah perbulan yang dihasilkan.

“Sebagian sudah dikelola, jenis botol dikumpulkan  dijual  oleh  pengelola  basecamp,  ada  lagi  yang  di  bakar sebagian  lagi  dibuang  ke  TPA.  Ada salah  satu  base camp yang  dalam pengelolaan  sampah  sudah  terbaik  nasional, yaitu  base camp  Blembem pendakian gunung kembang, kata Yulianta.

Pemateri ketiga, Wilda Yanti (ketua umum asosiasi bank sampah Indonesia (ASOBSI) menjelaskan peran warga  dalam mengelola sampah dimulai dari perkenalan diri selanjutnya menyampaikan materi peran warga dalam mengelola sampah 3R (Reuse Reduce Recycle) dan daur ulang terpadu.

“Banyak peluang bisnis juga dalam pengeloalan sampah apabila ditekuni dan dengan menggunakan ilmu yang tepat,”ujar Wilda.

Dirinya menceritakan awal mulanya Perusahaan yang saat ini berkembang pesat dalam mengelola sampah diawali dengan membentuk pengelola sampah, dilanjutkan dengan menjadi bank sampah, dan akhirnya menjadi perusahaan dengan artisan karyawan,

Wilda juga menyampaikan urutan pengelolaan sampah dari mulai memilah, menjadikan kompos,menjual dan seterusnya, dilanjutkan dengan urutaan dalam pembentukan bank sampah dan lain –lain.

Diakhir sesi moderator menanyakan komitmen kepada semua nara sumber. Endang  menyampaikan akan  secara bertahap melaksanakan inovasi kabupaten dalam mengatasi sampah.

Yulinato dari perhutani  menyampaikan  terkait  dengan  tanah  milik perhutani untuk lokasi TPST di Kawasan Dieng akan segera dibahas dengan pimpinan dan akan segera disampaikan hasilnya kepada moderator

Mbak Wilda Yanti menyampaikan dengan besarnya masalah sampah di kabupaten Wonosobo, perusahaannya memberikan saran agar ada zonasi dalam  pengelolaan  sampah  agar  bisa  terkelola  dengan  baik  dan perusahaannya  siap  berinvestasi  di  Kabupaten  Wonosobo  dengan  syarat pemkab  menyediakan lahan dan gedungnya sedangkan perusahaannya menyediakan investasi teknologi sistem dan sumber saya manusianya.

-----------------------------------------------

Ditulis oleh Tafrihan