DE

Kebijakan Non-Tarif
Mengenal Gula di Indonesia (Definisi, Tantangan dan Penyelesaian)

Gula
© Photo by Yelena Yemchuk on Canva 

FNF Indonesia bersama dengan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengadakan diskusi online bertajuk “Menjaga Kestabilan Harga Gula melalui Kebijakan Non-Tarif dan Produktivitas Gula Nasional”, pada 29 April 2021 dengan dua narasumber yaitu

  1. Bapak. Ir.Supriadi, M.Si – Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Direktorat Jenderal Industrii Agro, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
  2. Felippa Amanta Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)

Yuk mari ikuti diskusinya 

Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita kenali jenis-jenis gula yang ada di Indonesia:

  1. Gula Bahan Baku : Gula Kristal Mentah (GKM) / Raw Sugar
     
  2. Gula Produk, dibagi lagi menjadi Gula Kristal Putih (GKP), yaitu gula yang digunakan untuk konsumsi langsung masyarakat, dapat dijual secara eceran. dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) yaitu gula yang digunakan sebagai bahan baku industri, hanya boleh dijual kepada industri penguna antara lain industri makanan, minuman dan farmasi.

GKP dan GKR bisa dikonsumsi masyarakat, akan tetapi dari segi harga tidak mungkin disatukan baik dalam produksi dan distribusinya, karena GKP adalah gula dalam negeri yang berasal dari tebu dan ada petani tebu yang akan sulit untuk bersaing dengan GKR.

Rata-rata kebutuhan gula dari sisi rumah tangga berkisar +/- 2,8 – 3 juta ton, dari sisi industri makanan, minuman dan farmasi berkisar +/- 3 – 3,2 juta ton.

Jika bisa memproduksi secara optimal produksi gula yang berasal dari tebu yang diproduksi  oleh 43 pabrik gula BUMN (Badan Usaha Milik Negara)  dan 19 pabrik gula swasta bisa mencapai 2,13 juta ton sedangkan konsumsi rumah tangga sebesar 2,8 juta ton sehingga kita masih kekurangan 700.0000 ton gula. Sehingga yang diimpor pemerintah adalah 680.000 ton dalam bentuk Gula Kristal Mentah (GKM) supaya ada nilai tambahnya di dalam negeri, dan itu diberikan dalam rangka fasilitas investasi untuk pabrik gula baru dan pabrik gula perluasan. jelas Bapak. Ir.Supriadi, M.Si – Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Direktorat Jenderal Industrii Agro, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.

Selama Ramadan permintaan gula selalu meningkat sekitar 23,5% selama puasa dan 31% selama idul fitri, terang Felippa Amanta - Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS). Felippa juga menjelaskan alasan Indonesia sulit memproduksi gula secara domestik adalah Pertama, pabrik gula di Indonesia sudah tua, ada 40 pabrik gula yang sudah diatas 100 tahun, Kedua, tingkat rendemen rendah (dari tebu bisa menghasilkan berapa banyak gula). Dari rata-rata nasional ada beberapa data kalau dari USDA (2020) antara 7,56% hingga 8,07% (Asosiasi Gula Indonesia (AGI), 2020), dibandingkan dengan Filipina (9,2%), Thailand (10,7%), dan Australia (14,12%). Oleh sebab itu impor diperlukan.

Akan tetapi impor gula masih dibatasi dengan kebijakan non-tarif yaitu kuota, mutu, sanitasi, persyaratan teknis, kualitas, dll. Ada beberapa kebijakan non-tarif, terang Felippa Amanta, akan tetapi yang akan disorot dalam diskusi kali ini yaitu dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no.14/2020:

  1. Impor gula untuk pemenuhan bahan baku industri hanya dapat dilakukan oleh industri yang memiliki izin API-P (Angka Pengendalian Importir-Produsen)
     
  2. Impor gula untuk pemenuhan stok gula nasional dan stabilitasi harga.
  • Gula Kristal Mentah untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih oleh importir API-P
  • Gula Kristal Putih  hanya oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
  1. Kuota dan lisensi non-otomatis
    Importir yang sudah di sebutkan diatas, yang di kategorikan API-P dan BUMN tidak serta-merta dapat langsung mengimpor gula, mereka harus menunggu kuota impor gula dari Kementerian Perdagangan, dan ini melalui proses: Harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian atau Kementerian BUMN atau Kementerian Pertanian atau surat penugasan yang kemudian diajukan untuk surat persetujuan dari Kementerian Perdagangan.

    Jumlah atau kuota impor sendiri ditetapkan melalui rapat koordinasi yang mempertimbangkan neraca komoditas gula, padahal data gula sering bermasalah.
     
  2. Inspeksi pra-pengiriman di pelabuhan muat.
     
  3. Ketentuan SNI (Standar Nasional Indonesia), untuk GKP dihentikan temporer selama pandemi guna memudahkan masuknya GKP.

Di tahun ini ada revisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) yang sebelumnya no 10/2017 menjadi no 3/2021 untuk memudahkan importir untuk mengakses bahan baku dalam Permenperin ini pabrik gula diizinkan untuk mengimpor gula mentah sebagai bahan baku. Rekomendasi impor dari Kemenperin untuk mengimpor bahan baku gula mentah menjadi gula kristal putih atau gula rafinasi, yang hanya diberikan kepada pabrik gula yang didirikan tahun 2010.

Oleh sebab itu dampak kebijakan non-tarif yang berlebih dapat membatasi akses industri terhadap bahan baku yang diperlukan. Memperlambat proses impor dan menambah biaya impor.   

Salah satu tantangan peningkatan produktivitas dan daya saing industri gula nasional menurut Bapak Supriadi dalam pemaparannya adalah:

  1. Produksi gula nasional belum cukup untuk memenuhi kebutuhan gula nasional (konsumsi langsung dan industri)
  2. Produktivitas industri gula berbasis tebu masih relatif rendah karena sebagian besar umurnya sudah tua sehingga kurang efisien.
  3. Lahan kebun tebu di Pulau Jawa semakin menurun sehingga produksi tebu turun. Pembangunan pabrik gula baru di luar Pulau Jawa terkendala perolehan lahan yang clean & clear.
  4. Untuk pengembangan industri gula di luar Pulau Jawa terkendala infrastruktur yang masih minim.

Bapak Supriadi kemudian melanjutkan penjelasannya mengenai strategi apa saja yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas gula di Indonesia:

  1. On Farm: Sistem Pembelian Tebu (Sistem Beli Putus), Kemudahan memperoleh Saprodi (bibit, pupuk), Penyediaan lahan yang clean & clear khususnya di luar Pulau Jawa dan Peningkatan daya saing tebu sehingga petani berminat menanam tebu.
  2. Off Farm: Revitalisasi/Restrukturisasi mesin/peralatan untuk  pabrik gula yang sudah berumur tua, Perubahan proses Sulfitasi menjadi Karbonatasi, Pembangunan pabrik gula baru dan Kemitraan yang baik antara pabrik dan petani tebu
  3. Insentif: Fasilitas Insentif Bahan Baku (Permenperin 10/2017) dan Fasilitas Tax Allowance dan Tax Deduction

Nonton lebih lanjut diskusinya dibawah ini: 

At this point you will find an external content that complements the content. You can display it with one click.