DE

Demokrasi
Mempancasilakan Manusia Lewat Metode Blended Learning dalam Pengajaran PPKn

Semarang & Lampung, April-Mei 2019
Blended Learning Workshop CIPS

Narasumber, Adinda T. Muchtar, menjelaskan beragam metode blended learning yang dapat diadopsi di dalam kelas

Sebuah survey yang dirilis oleh Lembaga Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa dukungan warga Indonesia terhadap Pancasila selama 13 tahun terkahir telah menurun sebanyak 10%. Menurunya dukungan masyarakat Indonesia terhadap Pancasila menimbulkan sebuah rasa kekhawatiran terhadap nilai-nilai luhur yang sudah terbukti dan teruji menyatukan bangsa sampai saat ini dan menjadi pedoman hidup untuk bermasayrakat secara damai.

Tentunya ada beberapa alasan yang mempengaruhi persepsi dukungan masyarakat terhadap penurunan nilai-nilai Pancasila. Salah satunya adalah intrusi paham-paham radikal yang bersifat absolut dan praktik politik identitas yang berusaha untuk memecah belah bangsa. Obat mujarab untuk mengatasi permasalahan ini adalah pendidikan. Pendidikan kewarganegaraan yang baik, berpotensi menghasilkan warga negara bertanggung jawab yang memiliki kecerdasaan emosi yang stabil.

Namun sayangnya, metode pendidikan kewarganegaraan konvensional yang memiliki preferensi cara penyampaian materi secara satu arah dimana peserta didik hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan peserta didik secara optimal. Ketika minat pelajar pada pendidikan kewarganegaraan turun, jangan heran apabila nilai-nilai luhur yang ditanam tidak bisa dapat dipetik secara besar-besaran.

Blended Learning Workshop CIPS

Melalui kursus daring AKADEMI CIPS, Center of Indonesian Policy Study menyediakan sarana pembelajaran PPKn yang menarik dan interaktif.

Atas dasar permasalahan dan kekhawatiran di atas, FNF Indonesia berkolaborasi dengan Center for Indonesian Policy Research (CIPS) untuk memperkenalkan metode blended learning kepada para rekan-rekan pengajar kota Semarang dan kota Lampung untuk mengampu mata pelajaran ilmu kewarganegaraan. Metode blended learning merupakan sebuah bahan suplemen pembelajaran di kelas yang dapat digunakan rekan-rekan pengajar ilmu kewarganegaraan untuk menyampaikan materi lebih interaktif, sehingga minat dan perhatian peserta didik dapat dipicu lebih anstusias lagi.

Metode Blended Learning pada dasarnya mencoba menggabungkan metode belajar tatap muka dengan metode e-learning. Kekurangan yang ada pada metode masing-masing dapat ditutupi dengan menggabungkan kedua metode pembelajaran tersebut. Dengan begitu, metode blended learning mengakomodir kendala keterbatasan ruang dan waktu, tingkat kapabilitas dan kecepatan peserta-didik dalam memahami materi, dan terakhir menanggulangi kejemuan peserta didik saat melakukan aktifitas belajar sendiri. Tak kalah penting, metode blended learning juga mendorong peserta didik untuk menagplikasikan materi pelajaran ke dalam sebuah kegiatan praktek. Melalui pelajaran praktek butiran indah Pancasila tidah hanya menajadi hafalan di dalam kepala saja, tetapi lebih pentingnya lagi nilai-nilai luhur tersebut bisa diintegrasikan dan diwujudkan dalam interaksi kehidupan sehari-hari.

Terkait integrasi nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran dan kehidupan nyata, politisi PDIP Eva Sundari menegaskan bahwa integrasi Pancasila ke dalam kurikulum bukan berarti mem-Pancasila-kan kurikulum, melainkan mem-Pancasila-kan siswa. Partisipasi aktif yang didorong melalui metode blended learning serta kursus daring akademi CIPS berpotensi besar untuk mem-Pancasila-kan peserta didik dimana peserta didik ditempatkan sebagai subjek dan objek pembelajaran yang dibantu rekan-pengajar yang berperan aktif sebagai fasilitator dan mitra dialog peserta didik itu sendiri. Diharapkan melalui metode tersebut, peserta didik memiliki karakter bangsa yang kokoh agar penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan berdemokrasi dapat berjalan dengan tentram dan sejuk.