DE

International Academy for Leadership
Membangun Smart City dari Dasar

IAF Seminar "Smart City and Modern Mobility", Gummersbach, 26 Mei - 2 Juni 2019
Peserta IAF Seminar "Smart City and Modern Mobility"
Peserta IAF Seminar "Smart City and Modern Mobility" © FNF Indonesia

Sebuah kota merupakan arena bagi masyarakat untuk bekerja, beraktifitas, dan berkarya. Ketertarikan masyarakat untuk memilih datang ke sebuah kota ditentukan oleh berbagai hal. Konteks ekonomi dan sosial menjadi dua hal penting yang menjadi penarik dan pendorong mobilisasi masyarakat menuju kota, begitupun bagaimana kota berusaha untuk terlihat menarik dan atraktif melalui kedua isu tersebut. Beranjak dari sana, konsep Smart City berkembang dan menjadi primadona bagi banyak kota di seluruh dunia. Meskipun telah popular, tapi belum banyak yang benar-benar memahami secara utuh konsep ini.

Saya, mewakili Qlue dan Indonesia, berkesempatan untuk mempelajari dan mendalami konsep Smart City pada kegiatan seminar the International Academy for Leadership (IAF) 2019 yang mengangkat tema “Smart City and Modern Mobility”. Kegiatan seminar yang dilangsungkan dari 26 Mei hingga 2 Juni 2019 di Gummersbach, Jerman merupakan pengalaman yang luar biasa karena dapat bertemu dengan 25 peserta dari 21 negara seperti Korea Selatan, Senegal, Vietnam, Lebanon, Taiwan dan lainnya. Latar belakang profesi yang bervariasi juga menambah keunikan perspektif urban development pada seminar ini.

Salah satu sesi presentasi
Salah satu sesi presentasi © FNF Indonesia

Pendekatan yang diambil pada seminar ini juga membedakan dari seminar-seminar lainnya. Kita mempelajari konsep ini dari landasan filosofi ekonomi dan sosio-politik sembari mengaplikasikannya dalam kasus nyata. Pendekatan ini membuat peserta tidak hanya mengerti landasan teoritis tapi juga apa yang menyebabkan output praktik Smart City memiliki hasil yang berbeda antar satu kota dengan kota lainnya. Sehingga dibutuhkan kemampuan untuk menarik benang merah diantara banyak unsur yang menentukan keberhasilan pembangunan kota dan Smart City.

Mengapa sebuah kota menjadi pusat urbanisasi sementara ada yang tidak? Jawabannya terletak pada 8 unsur utama dan pendekatan yang diambil oleh pemerintah. Setidaknya ke- 8 unsur yang menyebabkan sebuah kota memiliki daya tarik berlandaskan cara berpikir ekonomi yakni:

  1. Globalisasi yang menyebabkan sebuah kota berinteraksi dengan entitas lain dalam menumbuhkan sektor perekonomian
  2. Kemampuan untuk mengurangi Transaction cost
  3. Economies of Scale
  4. Cluster effect/pengelompokan
  5. dan Kesempatan pada wilayah perkotaan
  6. Adanya proses Belajar
  7. Kesempatan untuk berInovasi
  8. Adanya karakter atau Budaya positif dalam sebuah perkotaan.

Untuk menjembatani kerangka berpikir tersebut dengan realita pengembangan Smart City, saya dan para partisipan berkesempatan mengunjungi Kota Duisburg. Selama kunjungan tersebut, kami bertemu dengan berbagai stakeholder seperti Wakil Walikota Duisburg, sektor swasta Duisport, dan Startport (platform startup logistik). Dari kegiatan tersebut, saya menyadari bahwa komponen-komponen dalam sebuah kota - Pemerintah, asyarakat, komunitas, dan sektor swasta – saling melengkapi satu sama lain. Prinsip kolaborasi tersebut ditujukan untuk meningkatkan daya saing, menurunkan transaction cost, menumbuhkan berbagai kesempatan bagi masyarakat, dan mendorong inovasi.

Sesi Diskusi Kelompok

Sesi Diskusi Kelompok

Suasana kelas
Suasana kelas © FNF Indonesia

Selain itu, saya dan peserta lain turut diajak berdiskusi memecahkan persoalan yang ada di kota masing-masing, salah satunya Jakarta. Karakteristik Jakarta memiliki kemiripan dengan berbagai kota di negara Non- Eropa seperti Dhaka, New Delhi, Ho Chi Minh, Dakkar dan Manila yang merupakan beberapa kota asal peserta. Hal menarik yang juga didapat selama seminar ini adalah pentingnya non-technological technology. Artinya diferensiasi sosial dan ekonomi - dapat dikatakan berhubungan dengan beberapa unsur sebelumnya – menjadi roda utama bagi perkembangan sebuah kota. Selanjutnya peran teknologi dibutuhkan untuk mempercepat perkembangan yang ditimbulkan oleh diferensiasi tersebut. Salah satunya melalui pemanfaatan teknologi informasi dalam menjembatani aspirasi maupun dialog masyarakat kepada Pemerintah atau sebaliknya – praktik tersebut dilakukan oleh Jakarta melalui Qlue, untuk menampung aspirasi masyarakat.

Seringkali kita lupa bahwa Smart City tidak melulu mengenai teknologi yang mewah dan mahal, tapi mempercepat pembangunan ekonomi dan sosial komponen di dalamnya. Beranjak dari dasar, ekonomi dan sosial, kemudian Smart City dapat dibangun dengan baik, terstruktur, dan jelas arah tujuannya. Karena teknologi hanya alat untuk membantu proses yang berjalan pada realisasi Smart City. Akhirnya saya dan peserta lain sepakat, bahwa non-technological technology yang bersifat kolaboratif, partisipatif dan inklusif merupakan pendekatan terbaik bagi pembangunan Smart City.

Bersama peserta dari berbagai negara
Bersama peserta dari berbagai negara © FNF Indonesia

*Artikel ini adalah tulisan dari delegasi IAF asal Indonesia, Anthony Marwan yang bekerja sebagai Government Relations Officer di Qlue.