Kebijakan Non-Tarif
Kebijakan Non-Tarif dan Kontribusinya Pada Pengurangan Angka Kemiskinan
Menurut Felippa Amanta, Head of Research Center For Indonesia Policy Studies (CIPS) mengatakan bahwa “hambatan non-tarif dan kesejahteraan masyarakat merupakan diskusi yang cukup baru di pembicaraan publik” oleh karena itu mba Felippa akan membedahnya menjadi 3 bagian, apa hubungan antara hambatan non-tarif dalam perdagangan makanan dan kesejahteraan masyarakat:
- Kebijakan non-tarif untuk impor pangan dan pertanian mempengaruhi jumlah dan harga impor, yang diteruskan ke konsumen dalam harga pangan.
- Harga pangan yang tinggi berpengaruh terhadap kemiskinan.
- Penghapusan kebijakan non-tarif berpotensi mengurangi kemiskinan hingga 2,8 poin persentase. Dampaknya lebih besar untuk populasi rural atau pedesaan dibanding populasi urban atau perkotaan
Situasi kesejahteraan masyarakat Indonesia sangat terdampak selama covid-19, maka dari itu kita harus melihat dari tingkat kemiskinan. Indonesia sudah membuat suatu kemajuan selama 1 dekade terakhir dan hamper terpotong setengah dari dulu sekarang menjadi 9.7% sebelum pandemi. Namun sayangnya selama pandemi covid-19 banyak orang yang kehilangan pekerjaan atau berkurang pendapatannya, tingkat kemiskinan pun meningkat menjadi 24,79% atau setara dengan 27,6 juta penduduk dimana 13,20% terkonsentrai di daerah rural dan 7,88% di daerah urban.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap angka kemiskinan adalah biaya makanan yang meningkat. Karena menurut garis perhitungan kemiskinan, biaya makanan merupakan salah satu biaya yang kontribusinya paling besar di garis makanan. Menurut perhitungan Bada pusat Statistik, kelompok makanan meraup persentase pengeluaran tertinggi dibanding kelompok diluar makanan. Kalau dilihat harga pangan Indonesia lebih mahal dibandinh harga internasional. Oleh karena itu ini berdampak pada ketahanan pangan, kalau dilihat dari global food security index (113 negara), Indonesia berada pada peringkat 65.
Sekitar 22 juta orang mengalami kelaparan kronis (2016-2018), 28% anak di bawah 5 tahun menderita stunting. Menurut data dari Word Food Programme secara nasional hampir seperempat dari masyarakat Indonesia tidak mampu menjangkau atau membeli makanan – makanan yang bergizi.
Apa hubungan pangan dan kebijakan non-tarif?
Perdagangan pangan masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Rasio impor kita sangat tinggi terutama di gandum, bawang putih, gulai, kedelai, maupun daging sapi. Untuk beras yang merupakan makanan pokok dalam dekade terakhir masih impor, hal ini dilakukan untuk memperkuat cadangan beras kita.
Namum sayangnya kebijakan perdagangan ini di hambat oleh kebijakan non-tarif. Kebijakan non-tarif menurut UNCTAD adalah kebijakan yang selain ordinary tariff (pajak atau cukai) yang berpotensi membawa dampak ekonomi terhadap jumlah dari barang yang diperjual – belikan maupun harga dari barang yang di perjual – belikan ataupun keduanya disaat yang bersamaan, mempengaruhi jumalah atau harganya.
Untuk lebih jelasnya kebijakan non-tarif bisa di kategorikan menjadi dua yaitu:
- Kebijakan teknis seperti, persyaratan labelling untuk keamanan pangan, persyaratan karantina, persyaratan higienis, prosedur sertifikasi atau upengujian dan inspeksi di negara asal.
- Kebijakan non-teknis seperti, pajak musiman, penetapan harga impor, kuota, prosedur impor dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
Hasil temuan CIPS dalam melihat dampak pengurangan kebijakan non-tarif terhadap kemiskinana menggunakan data SUSENAS 2015 melalui metode Almost Ideal Demand System (AIDS) yang bisa mengestimasi elastisitas rumah tangga. Hasil dari temuan ini bisa di baca lebih lanjut pada “Makalah Diskusi No. 10 - Dampak Negatif Kebijakan Perdagangan Non-Tarif terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia”.
Bapak Muhammad Saifulloh, Asisten Deputi Pangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan perbedaan ketahanan pangan dan keamanan pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hodup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan sedangkan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran bbiologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakn kesehatan manusia serta tidan bertentangan dengan agama, keyakinan dan bidaya masyarakat sehingga aman untuk dikomsumsi.
Strategi pemenuhan pangan masyarakat dalam masa pandemic covid-19 dalam presentasinya bapak Saifulloh memnaginya menjadi 2 yaitu:
- Sumber pangan domestik
- Pemerintah terus mengupayakan peningkatan produksi dan kelancaran distribusi pangan antara lain: beras, jagung, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah, bawang putih, cabai, gula minyak goring.
- Penyederhanaan perizinan dan kemudahan berusaha untuk mendorong peningkatan investasi di sector pangan dan pertanian guna peningkatan produksi pangan dalam jangka menengah dan panjang.
- Sumber pangan impor
- Sejumlah komoditas pangan masih harus dipenuhi dari impor untuk memnuhi kebutuhan kosumsi dan industri: bawah putih, daging sapi, gula dan garam.
- Untuk beras, pemerintah telah mengantisipasi jika terjadi kekurangan produksi dalam negeri melalui penandatanganan MoU kerjasama perdagangan beras dengan Vietnam dan Thailand.
Tonton lebih lanjut diskusinya dibawah ini: