DE

Kebebasan Ekonomi
I-EU CEPA: Penetrasi Biji Kopi Indonesia ke Uni Eropa

Jakarta, 17 September 2019
I-EU CEPA II
© FNF Indonesia, CIPS

Biji kopi Indonesia, baik itu jenis robusta maupun jenis arabika telah menajadi salah satu produk yang paling digemari di dalam dan di luar negeri untuk membuat kopi yang berkualitas. Studi yang dilakukan oleh Eximbank Institute menunjukan bahwa kopi merupakan komoditas unggulan di Indonesia. Kopi Indonesia menduduki peringkat kelima dunia sebagai produsen kopi terbesar di dunia. Dalam studi tersebut juga disebutkan bahwa 14 kopi jenis arabika dikategorikan sebagai High Level World Specialty Coffee dan 4 kopi jenis robusta sedang dalam tahapan penilaian menjadi World Specialty Coffee. Secara keseluruhan dibeberkan bahwa Indonesia adalah eksportir kopi ke-8 terbesar di dunia dengan pangsa pasar sebesar 3,66%.

Namun yang sangat disayangkan, pangsa pasar biji kopi di Eropa masih tergolong sangat minim. Peneliti dari Center for Indonesian Policy Study, Felippa Amanta menyatakan bahwa Uni Eropa memiliki potensi pangsa pasar yang besar, tetapi Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal. Rendahnya hasil ekspor kopi Indonesia terlihat dalam laporan Komisi Eropa pada tahun 2017 yang menunjukan bahwa Indonesia hanya menduduki peringkat ke-6 sebagai pengeskpor komoditas kopi untuk Uni Eropa dengan total ekspor mencapai 4% dari permintaan. Sedangkan Brazil yang menempati urutan pertama, memiliki presentase ekspor kopi sebesar 31 % dari total permintaan konsumen di Uni Eropa.

Secara garis besar terdapat dua permasalahan mendasar yang menjelaskan kenapa ekspor kopi ke Uni Eropa masih berkendala. Ketua Komite Tetap Multilateral dan FTA, Pak Wahyuni Bahar menjelaskan kendala ekspor yang berhubungan dengan unsur domestik yang menyebabkan stagnasi produktivitas kopi. Antara lain kendala yang disebut oleh narasumber adalah kurangnya lahan baru untuk perkebunan kopi, usia tanaman kopi yang tidak produktif lagi dan kerentanan perkebunan kopi terhadap hama. Sedangkan alasan mendasar lainnya yang berhubungan dengan unsur luar adalah tarif masuk produk kopi Indonesia yang dibebankan oleh Uni Eropa. Struktur tarif General Scheme of Preferences Uni Eropa membebankan tariff di kisaran 2% hingga 4% untuk produk kopi Indonesia.

Perundingan perdagangan komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa atau juga dikenal dengan istilah CEPA berpotensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, mempercepat proses reformasi nasional, menciptakan lapangan kerja baru dan membuka akses pasar untuk produk kopi Indonesia di Uni Eropa. Dalam perundingan CEPA, sangat penting bagi pemeintah Indonesia untuk menegosiasikan tarif preferensi 0% untuk bea masuk biji kopi dan menciptakan sebuah kerangka regulasi yang kondusif untuk penanaman modal asing di perkebunan kopi domestik. Jika kedua hal pokok tersebut dapat diakomodir dalam perundingan CEPA, maka pelaku usaha yang bergerak di bidang kopi akan diberikan sebuah insentif untuk mempertahankan daya saing dan mengejar ketertinggalan dari negara pesaing, terutama Vietnam yang sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan menikmati ekspor kopi tanpa tarif.