DE

Kebebasan Sipil
Pelatihan Kebebasan Sipil: Advokasinya dan Isu Perempuan

Pelatihan Kebebasan Sipil; Advokasinya dan Isu Perempuan

Sejak 2018, Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia bersama Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Lembaga INDEKS) serta didukung oleh Kementerian Hukum dan HAM RI rutin menggelar Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil di sejumlah kota di Indonesia.

Pelatihan terbaru diselenggarakan di Jakarta pada Minggu-Selasa, 19-21 Maret 2023 lalu.

Seperti pelatihan-pelatihan yang digelar FNF Indonesia-Lembaga INDEKS sebelumnya, antusiasme pendaftar pelatihan ini cukup tinggi. Ada 172 pendaftar, dengan rentang usia 18-30 tahun dan dari beragam latar belakang, yang mengisi formulir pendaftaran kegiatan ini. Namun kami harus meloloskan hanya 24 pendaftar untuk menjadi peserta pelatihan.

Pelatihan Kebebasan Sipil; Advokasinya dan Isu Perempuan

Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia) memberi sambutan.

Dalam sambutan pada pembukaan kegiatan, di hadapan 24 peserta, Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia) menyampaikan bahwa kegiatan ini digelar selain karena saat ini indeks kebebasan sipil di Indonesia berada pada skor yang belum memuaskan; juga kegiatan ini merupakan komitmen FNF Indonesia dalam mengembangkan gagasan demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

“Dalam Freedom in the World 2022 oleh Freedom House, Indonesia mendapatkan skor 59 untuk kondisi kebebasan sipil dan hak-hak politik 2021. Skor tersebut turun dari skor tahun-tahun sebelumnya—yakni 61 pada 2020, 62 pada 2019, 64 pada 2018, dan 65 pada 2017,” papar Ganes.

Adapun trainer pelatihan ini, Sukron Hadi (Manajer Program Lembaga INDEKS), dalam Sesi I: Orientasi Belajar dan Memetakan Konteks Kebebasan Sipil, menyampaikan bahwa selama proses pelatihan diharapkan 24 peserta diharapkan mendapatkan tiga manfaat.

“Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan advokasi HAM, khususnya dalam dimensi kebebasan sipil dan hak-hak politik; meningkatnya kepedulian dan kemampuan analisa terhadap isu-isu kebebasan sipil dan HAM pada umumnya; dan tumbuhnya serta meningkatnya komitmen untuk mempromosikan hak-hak sipil dan HAM kepada masyarakat luas. Itu tiga tujuan yang ingin dicapai dari pelatihan ini” terang Sukron.

Selama tiga hari pelatihan, Sukron selaku trainer didampingi oleh tiga co-trainer. Yakni, Mathelda “Elda” Titihalawa, Nanang Sunandar dan M. Fathurrachman dari Lembaga INDEKS. Sukron menyampaikan pengetahuan dasar tentang kebebasan sipil, sejarahnya, instrumen-instrumen HAM, serta mengajak peserta untuk mengenal dan menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Pelatihan Kebebasan Sipil; Advokasinya dan Isu Perempuan

Sukron Hadi dan Mathelda “Elda” Titihalawa selaku trainer dan co-trainer.

Pelatihan ini juga menghadirkan tiga narasumber yang sangat kompeten membawakan materi. Mereka juga menyemangati para peserta untuk memiliki komitmen dalam memperjuangkan isu-isu kebebasan sipil.

Usman Hamid (Koordinator Amnesty Internasional Indonesia) menyampaikan materi “Kebebasan Sipil dalam Sistem Hukum  Indonesia”, M. Isnur  (Ketua YLBHI) membawa materi “Strategi Advokasi Kebebasan Sipil dan Pendalamannya: Rencana Aksi”, dan Sandra Moniaga (Komisioner Komnas HAM 2012-2022) yang membawakan materi “Pelanggaran Kebebasan Sipil dan Isu Perempuan”.

Pelatihan Kebebasan Sipil; Advokasinya dan Isu Perempuan

Usman Hamid (Amnesty Internasional Indonesia) selaku narasumber.

Kebebasan Sipil dan Isu Perempuan

Ada satu hal yang membedakan Pelatihan Advokasi Kebebasan Sipil kali ini dengan pelatihan-pelatihan serupa yang diadakan FNF Indonesia-Lembaga INDEKS sebelumnya. Pada pelatihan kali ini isu perempuan sengaja menjadi suplemen untuk memperkaya pengetahuan peserta.

Isu perempuan dihadirkan karena mengingat pelatihan ini digelar di bulan Maret, yang pada bulan ini diperingati Hari Perempuan Internasional. Sandra Moniaga dengan baik memberikan pengetahuan tentang kebebasan sipil dan perempuan serta analisis terkait kasus-kasus pelanggaran kebebasan sipil dan dampaknya terhadap perempuan.

Menurut Sandra, perspektif gender penting dalam isu HAM. “Perlu adanya kesadaran untuk terus mengarusutamakan kesetaraan gender dalam advokasi kebebasan sipil,” katanya.

Alasannya, perempuan sering menjadi korban dalam setiap kasus pelanggaran kebebasan sipil. Mereka bisa menjadi korban langsung ataupun tidak langsung. Selain itu kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia angkanya memperihatinkan.

Pelatihan Kebebasan Sipil; Advokasinya dan Isu Perempuan

Sandra Moniaga (Komisioner Komnas HAM 2012-2022) memberikan materi sebagai narasumber.

“Studi UNFPA tahun 2016 menyebutkan bahwa satu dari tiga perempuan Indonesia mengalami kekerasan berbasis gender dalam hidup mereka. Selain itu, Komnas Perempuan menyampaikan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat tajam hampir 50 persen antara tahun 2020 dan 2021,” 

Sandra Moniaga.

Manfaat Pelatihan bagi Peserta

Untuk mengukur sejauh mana kegiatan pelatihan yang digelar tiga hari itu mencapai tujuan atau manfaatnya benar-benar dirasakan oleh peserta, semua peserta diminta mengisi lembar evaluasi kegiatan.

Salah satu pertanyaan dalam lembar evaluasi itu adalah, “Dibandingkan sebelum Anda mengikuti pelatihan ini, seberapa besar manfaat pelatihan ini terhadap (1) peningkatan pengetahuan Anda tentang kebebasan sipil? (2) pengingkatan ketrampilan Anda dalam advokasi kebebasan sipil? (3) peningkatan komitmen Anda untuk untuk terlibat dalam advokasi kebebasan sipil?

Bagaimana hasilnya? 20 peserta menilai bahwa kegiatan ini memiliki dampak “sangat besar” dalam peningkatan pengetahuan mereka terkait kebebasan sipil. Adapun 4 peserta menjawab “besar” dampaknya.

Pelatihan Kebebasan Sipil; Advokasinya dan Isu Perempuan

Survey pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan saat kegiatan.

Respons pada pertanyaan kedua, 17 peserta menjawab “sangat besar” dampaknya bagi mereka terhadap peningkatan keterampilan dalam advokasi kebebasan sipil, setelah mereka tiga hari mengikuti kegiatan pelatihan ini. Adapun 6 peserta menjawab ‘besar’ dampaknya. Dan satu peserta menjawab “kecil” dampaknya.

Terhadap pertanyaan ketiga, 19 peserta merasa bahwa kegiatan tiga hari ini memiliki dampak “sangat besar” dalam meningkatkan komitmen mereka untuk terlibat dalam advokasi kebebasan sipil.  Adapun 5 peserta menjawab “besar’ dampaknya.