DE

Demokrasi
Menjadi Orang Baik dan Literasi dalam Berpolitik

Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Menengah “Politik Itu Indah”, Semarang, 4 - 5 November 2017
Peserta Kegiatan bersama dengan Prof. Morlok dan Moritz Kleine-Brockhoff
Peserta Kegiatan bersama dengan Prof. Morlok dan Moritz Kleine-Brockhoff © FNF Indonesia

"Ketika orang-orang baik menjaga jarak dari politik, tak perlu heran jika politik menjadi tidak baik."

- Friedrich Naumann (1860 - 1919)

Politik memang tidak dapat dilepaskan dari sisi pemilihan umum. Duduk di kursi pemerintahan tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu cara untuk mengubah kebijakan. Namun, alasan pragmatis seringkali membuat strategi politik menuju pemilu erat kaitannya dengan sisi transaksional, misalnya dengan politik uang. Hal inilah yang acapkali membuat politik dikatakan sebagai sesuatu yang kotor.

FNF Indonesia bersama dengan Lembaga Gerak Pemberdayaan (LeGePe) kembali menyelenggarakan Pendidikan Kewarganegaraan “Politik Itu Indah” yang kali ini dilaksanakan di kota Semarang, pada tanggal 4 – 5 November lalu. Kegiatan ini dihadiri pula oleh Ketua Dewan Direksi FNF dari Jerman, Prof. Dr. Jürgen Morlok dan Kepala Kantor FNF Indonesia, Moritz Kleine-Brockhoff. Peserta kegiatan ini sebagian besar tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Jawa Tengah dan akan mencalonkan diri sebagai anggota dewan perwakilan rakyat tingkat provinsi maupun kabupaten.

Sebagai pembuka, Ketua LeGePe, Sunaryo menyampaikan pidatonya mengenai kerjasama antara FNF dan LeGePe yang telah terjalin hingga tahun kedua. Sambutan kemudian dilanjutkan oleh Hartoyo sebagai Ketua SPSI Jawa Tengah. Hartoyo mengungkapkan pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat. Khusus bagi anggota serikat pekerja, pendidikan ini penting untuk menumbuhkan kesadaran politik agar dapat memperjuangkan kepentingannya. Sebagai sambutan terakhir, FNF diwakili oleh Sinta Suryani yang memperkenalkan FNF sekaligus Prof. Dr. Jürgen Morlok yang selanjutnya membagi pengalamannya sebagai seorang politisi.

Sambutan dari Sunaryo, Ketua LeGePe
Sambutan dari Sunaryo, Ketua LeGePe © FNF Indonesia

Telah berkecimpung selama 53 tahun dalam keanggotaan partai dan memiliki pengalaman 16 tahun sebagai anggota parlemen, Prof. Morlok mengungkapkan bahwa FNF memiliki visi dan misi yang sama dengan LeGePe, yaitu untuk menumbuhkan literasi politik. Oleh karena itu, Prof. Morlok mengapresiasi kegiatan pelatihan ini sebagai upaya menumbuhkan kesadaran aktif bagi masyarakat untuk perubahan positif di masing-masing daerahnya. Dalam paparannya, Prof. Morlok menyampaikan bahwa ketika menjadi politisi, kepentingan yang harus diwakili hanyalah kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok atau golongan tertentu saja. Sejumlah peserta juga menanyakan mengenai kondisi politik transaksional di Indonesia saat ini. Hal ini berbeda dengan kondisi politik di Jerman, khususnya terkait partai politik di Jerman yang dibiayai oleh pemerintah.

Sesi Diskusi bersama Prof. Morlok
Sesi Diskusi bersama Prof. Morlok © FNF Indonesia

Setelah sesi berbagi pengalaman bersama Prof. Morlok, para peserta diajak untuk lebih memahami mengenai Demokrasi, Politik dan Etika bersama narasumber Sunaryo. Mengawali pemaparannya, Sunaryo mengungkapkan kondisi masyarakat organik dan mekanik serta masyarakat pasir dan lempung. Terkait solidaritas, masing-masing masyarakat memiliki ciri khasnya masing-masing terkait dengan kesadaran kolektif dan sifat ketergantungan. Hal ini berimplikasi terhadap proses demokrasi yang berlangsung sehari-hari.  Setelah materi “Demokrasi, Politik dan Etika”, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan “Politik Itu Indah” oleh Juli Nugroho. Dalam presentasinya, Juli menyampaikan tahapan strategi politik menuju pemilu, yang terdiri atas Canvassing, Kampanye Terarah, Counter Issue, Focus Area dan Konsolidasi. Selain itu, Juli juga menyampaikan beberapa karakter pemilih, seperti pemilih loyal, pemilih rasional dan pemilih pragmatis. Kendati memiliki karakter yang berbeda, prinsip politik bersih tetap selalu harus dikedepankan dalam proses formulasi dan eksekusi strategi politik.

Salah Satu Narasumber Kegiatan, Juli Nugroho
Salah Satu Narasumber Kegiatan, Juli Nugroho © FNF Indonesia

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok mengenai organisasi, kepemimpinan dan isu aktual dalam politik. Pengalaman sejumlah peserta yang sudah pernah mencalonkan diri dalam pemiliuhan legislatif membuat diskusi berjalan cukup hidup. Diskusi ini dilanjutkan pada hari kedua kegiatan melalui metode World Café yang membahas aplikasi strategi politik menuju pemilu. Dalam diskusi tersebut, peserta juga membagi pengalamannya ketika proses mencalonkan diri hingga kampanye sebagai calon anggota legislatif. Diskusi ini diharapkan dapat memperlebar perspektif mengenai proses politik, seperti bagaimana membedakan biaya operasional dan biaya transaksional dalam politik. Dengan adanya literasi tersebut, diharapkan tumbuh kesadaran bahwa politik bukanlah merupakan sebuah proses instan.

Sesi Diskusi Kelompok
Sesi Diskusi Kelompok © FNF Indonesia