DE

Hak Asasi Manusia
Covid-19 Briefing: Bagaimana hak atas pangan terjangkau selama masa pandemi

Hak Pangan_CIPS_FNF Indonesia
© Photo by Sandy Manoa on Unsplash 

Pada tanggal 10 Maret 2021, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengadakan diskusi mengenai hak atas pangan yang terjangkau selama masa pandemi, mari ikuti diskusinya dibawah ini:

Berdasarkan analisa anda bagaimana situasi stabilitas pangan selama masa pandemi satu tahun terakhir ini dan tantangannya?

Felippa Amanta selaku Kepala Peneliti di CIPS menjelaskan bahwa jika dilihat dari sisi supply ada banyak sekali gangguan terhadap rantai pasokan pangan, salah satunya “Distribusi yang terganggu” dikarenakan adanya pembatasan mobilitas, karena secara kapasitas, distribusi mengalami penurunan sehingga terjadi keterlambatan. Pada Maret – Mei tahun lalu terjadi food shortage atau kekurangan pangan. Di beberapa provinsi di Indonesia, makanan pokok sangat terpusat di beberapa provinsi saja seperti Jawa dan Sumatera.

Ada pun gangguan dari perdagangan global, dari segi produksi dan distribusinya. Adanya kebijakan dari negara-negara lain yang sempat menimbulkan proteksionis, sehingga adanya keterbatasan ekspor dari luar negeri. Karena adanya hambatan - hambatan ini maka harga pangan global naik pesat sehingga di penghujung tahun 2020 meningkat tajam dan mencapai puncak tertinggi pada Desember 2020 di angka 6% dari periode yang sama dari tahun sebelumnya.

Selama masa pandemi stabilitas pangan di Indonesia memburuk, hal ini dikarenakan adanya penurunan pendapatan, sementara harga pangan cenderung stabil atau berada di level yang cukup tinggi. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa 23% rumah tangga mengalami kekurangan pangan dan 29% rumah tangga di Indonesia mengurangi pangan mereka.

Pandemi juga menyebabkan peningkatan angka kemiskinan menjadi 27 juta orang atau hampir 3 juta orang jatuh miskin karena masyarakat yang berpendapatan rendah sulit untuk mengakses makanan yang bernutrisi maupun yang terjangkau bagi kehidupan mereka.

Bagaimana gambaran hak atas pangan di Indonesia sekarang ini?

mba Felippa Amanta menjelaskan jika berbicara mengenai hak atas pangan yang perlu di mengerti adalah bukan hanya sebatas ketersediaan tetapi mengenai keterjangkauan dan keberagaman nutrisi pangan. Sayangnya, menurut economist intelligence unit pada tahun 2020 peringkat Indonesia turun di index ketahanan pangan dari peringkat 62 menjadi 65. Pertanyaannya jika Indonesia bisa mengakses makanan apakah makan itu bernutrisi? Jawabannya tidak terlalu karena harga beras kita lebih tinggi dari harga internasional. Hal -hal ini lah yang berakibat, Indonesia secara konsumsi masih rendah, konsumsi makanan yang beragam itu masih sangat rendah, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran begitu juga dengan daging.  

Apa saja tantangan pemerintah untuk menyediakan pangan terjangkau selama masa pandemi?

Pak. Sahat Pasaribu selaku Peneliti Utama dari Pusat Sosial dan Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, menjelaskan Kementerian Pertanian berusaha untuk menyediakan pangan dan upaya - upaya itu terus dikembangkan termasuk selama masa pandemi. Tentu keterbatasan itu ada, misalnya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menghambat distribusi. Bukan hanya distribusi tapi lebih kepada inputnya, bagaimana input pertanian itu tersedia tepat waktu. Perlu digaris bawahi ketersediaan input produksi itu supaya, upaya yang dilakukan petani - petani kita bisa terus berlangsung, ini menjadi bagian yg pertama kalau berbicara mengenai hak atas pangan. Kalau tidak tersedia bagaimana mau di akses, bagaimana cara menyediakan, tentu dengan upaya - upaya dan program - program yang di kembangkan Kementerian Pertanian. Logistik menjadi faktor yg sangat penting dalam hal ini kalau ada PSBB maka membuat banyak masyarakat kita tidak bisa mengakses pangan tersebut, bukan karena tdk tersedia tapi aksesnya yang terbatas.

Apa saja kebijakan atau program pangan yang berubah selama masa pandemi? Apakah ada dampak terhadap akses masyarakat ke pangan yang terjangkau?

Pak Sahat menuturkan bahwa setelah tersedia, bagaimana mengaksesnya? Mengakses kan berarti harus ada alat bayarnya, nah apakah masyarakat mampu untuk mengaksesnya kalau tidak ada alat bayarnya.

Dalam program Kementerian Pertanian banyak sekali, Pertama, ketika dalam keadaan darurat, misalnya produksi ayam, bagaimana itu bisa dimitrakan dengan para pengusaha melalui cold storage yang disediakan pemerintah.

Kedua, Peningkatan stok pangan sebagai penyangga. Kalau berbicara import, tidak ada yang salah dengan Import, untuk ketersediaan tetap harus disiapkan atau akan kesulitan untuk menyediakan pangannya. Kalau tidak ada beras di pasar saya yakin social unrest atau keresahan sosial bakal terjadi.

Ketiga, Pengembangan pasar, toko tani misalnya pemerintah mencoba untuk mengembangkannya. Tidak terlalu masif tapi upaya – upaya itu tetap kita lakukan, karena kesulitan - kesulitan ini juga dipengaruhi oleh resiko berusaha tani. Setiap saat resiko usaha tani itu di luar kemampuan manusia untuk menanggulanginya, makanya kita juga mengembangkan asuransi pertanian, agar petani tidak terpuruk, dengan adanya asuransi pertanian, petani masih bisa terus melanjutkan usaha taninya sehingga ketersedian ini bisa terus berlangsung.

Mba Felippa Amanta juga menambahkan bahwa pemerintah pusat dan daerah memberikan bantuan sosial yaitu sembako yang dulunya dikenal dengan bantuan Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) sehingga masyarakat yang kehilangan pendapatan selama COVID-19 masih bisa mengakses pangan.

Apa saja strategi pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan dalam jangka panjang?

Pak.Sahat menjelaskan setelah tersedia, ketahanan pangan kita pertahankan terus sampai menuju kedaulatan pangan, kalau sudah berdaulat pangan hak atas pangan tidak perlu di permasalahkan lagi itu akan otomatis, tetapi sekarang kita lagi menuju kesana.  

Strategi apa saja yang sedang kami lakukan, Pertama, Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan produksi pertanian, dalam hal ini penyuluh pertanian di lapangan terus bekerja keras untuk mendampingi petani meningkatkan produksi pertanian.

Kedua, optimalisasi lahan pertanian, pembukaan lahan baru, ekstensifikasi. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam tanaman pangan, sangat membantu rumah tangga di pedesaan untuk menyediakan pangan.

Ketiga, Food estate, di beberapa provinsi di Indonesia terus dikembangkan dalam upaya agar dapat menghasilkan produksi yang sebesar – besar nya supaya mengurangi ketergantungan pada import. Akan tetapi kita lihat beberapa tahun kedepan, semua butuh proses.

Keempat, pemetaan wilayah rawan pangan, supaya bisa mengendalikan pasokan pangan ke wilayah yang rawan pangan. Karena distribusi dan logistik kita yang sulit itu, perlu kita ketahui secara pasti bagaimana kondisi pangan di berbagai wilayah oleh karena itu dengan data itu bisa kita prioritaskan mana dulu yang perlu kita sediakan sehingga masyarakat yang ada di pedesaan misalnya bisa terlayani dengan baik.

dan yang Kelima, mengupayakan rantai pasok yang sehat dan saluran tata niaga pertanian yang efisien, ketika ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perkotaan masyarakat beralih ke pedesaan, sektor pertanian menjadi salah satu yang paling utama yang diserbu.

Yuk, mari menonton diskusi di YouTube CIPS dibawah ini:

Covid-19 Briefing: Bagaimana hak atas pangan terjangkau selama masa pandemi

At this point you will find an external content that complements the content. You can display it with one click.