DE

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Menyongsong RPJP 2025-2045

Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Menyongsong RPJP 2025-2045

Ganes Woro Retnani dari FNF Indonesia di acara Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Menyongsong RPJP 2025-2045.

FNF Indonesia dan Lembaga Gerakan Pemberdayaan (LEGEPE) menyelenggarakan Training of Fasilitator (ToF) Pemberdayaan Masyarakat untuk merumuskan Program Pembangunan yang mensejahterakan masyarakat. Pelatihan ini diadakan di Semarang, pada tanggal 20-21 Agustus. Peserta adalah 30 fasilitator pemberdayaan yang menjadi perwakilan dari kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Fasilitator ini nantinya akan mensosialisasikan pengalaman yang didapat dari pelatihan ini kepada masyarakat di daerahnya masing-masing. Pelatihan ini juga dilakukan untuk mendukung penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) periode 2025-2045.

Terkait RPJP periode 2025 – 2045, Juli lalu, Seknas Jokowi menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Agenda 45: Jalan Kesejahteraan Indonesia". FGD ini dilakukan untuk berkontribusi dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2025-2045. Ada 5 isu prioritas yang disebutkan dalam Agenda 45, yaitu pangan, energi, budaya, pemerintahan, dan geopolitik global. Warsito Ellwein selaku koordinator LEGEPE dan Ketua Dewan Ahli Seknas Jokowi menjadi bagian penting dalam FGD tersebut.

Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Menyongsong RPJP 2025-2045

Warsito Ellwein, koordinator LEGEPE dan Ketua Dewan Ahli Seknas Jokowi

Pelatihan diawali dengan presentasi dari narasumber pertama Warsito Ellwein. Warsito menjelaskan, masyarakat harus memiliki inisiatif untuk merumuskan program-program yang akan ditawarkan kepada para calon pemimpin baik di tingkat daerah maupun pusat. Program-program dari masyarakat harus dipastikan dan diketahui oleh masyarakat luas sehingga mereka dapat mengontrol apa yang dilakukan pemimpin terpilih. Warsito menegaskan, program tersebut harus dipersiapkan dengan baik. Prioritas program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat, harus ditentukan oleh mereka.

Warsito juga menjelaskan bahwa masyarakat harus memiliki pemahaman tentang kriteria calon pemimpin yang ideal. Ketika memilih calon pemimpin, mereka tidak hanya memilih calon yang tidak melaksanakan kampanye politik uang, tetapi juga pemimpin yang memiliki program prioritas yang menjadi kebutuhan masyarakat dan berkomitmen untuk melaksanakan program tersebut.

Menurut Warsito, penyusunan RPJP harus berwawasan global agar masyarakat bisa ikut menentukan tatanan dunia baru. Warsito menegaskan dari 5 isu prioritas yang menjadi program prioritas penyusunan RPJP 2025-2045, pangan dan energi menjadi isu yang paling penting karena Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah. Masalahnya, posisi tawar produk Indonesia sangat lemah dibandingkan jasa dan uang. Oleh karena itu, Warsito mengatakan bahwa kita membutuhkan budaya yang kuat. “Selama ini budaya kita tidak mendukung “bargaining position”, ini karena kita lebih menghargai produk dari luar daripada produk kita sendiri. Kita harus bersama-sama memperkuat budaya kita agar produk kita tidak hanya dikuatkan secara nasional tetapi juga global, kata Warsito.

Warsito berharap ketika tiba saatnya untuk memilih pemimpin masa depan, mereka memiliki perspektif berdasarkan5 isu tersebut. Ia juga menegaskan bahwa penyusunan RPJP sangat luas dan mendalam serta terbuka terhadap banyak hal dan tidak bersifat “anti”. Masyarakat harus fokus pada apa yang terbaik bagi mereka, dan berpartisipasi aktif dalam proses konsolidasi dan sinergi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.

Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Menyongsong RPJP 2025-2045

Ripana Puntarasa menyampaikan materi

Ripana Puntarasa sebagai narasumber kedua menyampaikan tantangan dunia ke depan sangat mendasar dari dua hal yakni pangan dan energi. Beliau menjelaskan bahwa posisi kita sebagai bangsa Indonesia memiliki berkah alam yang melimpah. Ia menggarisbawahi, masih banyak sumber energi lain yang bisa kita gali lagi dari berbagai sumber daya alam lainnya. Ripana percaya bahwa kita memiliki kemampuan untuk menghasilkan energi lain yang dapat menjadi alternatif energi yang ada. Terkait budaya, Ripana Puntarasa juga menjelaskan bahwa budaya juga harus menghasilkan nilai ekonomi selain nilai seni dan sejarah. Ia mengajak peserta untuk berpikir bagaimana budaya dapat mendorong kreativitas kritis dan karya produktif yang dapat memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat.

Melanjutkan sesi narasumber, peserta melakukan diskusi kelompok untuk membahas 4 isu penting yang akan menjadi masukan bagi program prioritas masyarakat. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok yaitu food, energy, governance, dan culture. Dalam diskusi kelompok peserta mendiskusikan masalah dan tantangan yang mereka hadapi di daerah masing-masing terkait dengan isu tersebut, dan potensi apa yang muncul untuk dikembangkan dari isu tersebut. Misalnya, kelompok pangan membahas perlu adanya penelitian & pengembangan sumber pangan alternatif, asuransi bagi petani, peningkatan sarana dan teknologi pendukung produksi pangan, peningkatan subsidi pupuk, peningkatan kualitas sumber daya manusia pengusaha pertanian, termasuk bagaimana membangun sistem informasi produksi pangan tingkat desa yang up-to-date. Peserta juga membuat action plan yang akan dilakukan di wilayah residensi terkait dengan 4 isu tersebut, yaitu pangan, energi, pemerintahan dan budaya.