DE

Keberagaman
Demi Menghapus Diskriminasi dan Segregasi, Mahasiswa dari Kepulauan Rempah Hidupkan Tekad “Maluku Parsamua”

sejuk

“Selain mendapatkan pemahaman yang baik tentang toleransi, bertemu, dan mengalami langsung fakta keberagaman yang ada di Maluku, beta juga (dalam workshop ini) belajar jurnalistik seperti pemilihan kata atau diksi yang tidak diskriminatif sampai teknis membuat konten dan mengedit video,” kata Willy merefleksikan keterlibatannya dalam workshop SEJUK yang digelar pada 1-4 Maret 2024 di Ambon.

Willy adalah mahasiswa Universitas Pattimura Ambon, Maluku, yang aktif di Inti Muda Maluku. Organisasi ini melakukan advokasi, kampanye, dan penguatan populasi kunci orang dengan HIV (ODHIV) dan AIDS (ODHA) termasuk pendampingannya, terutama untuk kalangan muda.

Jika selama ini bergiat di seputar isu HIV dan AIDS saja dengan komunitas yang sama, Willy dalam 4 hari kegiatan “Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman untuk Mahasiswa di Maluku” bertemu mahasiswa dengan identitas agama atau keyakinan, gender, disabilitas, dan suku atau etnis yang berbeda-beda dari berbagai kampus di Maluku.    

Sementara, Renny, salah satu peserta workshop juga, bertekad membawa pengalaman dan pengetahuan baru berjumpa, berinteraksi, dan berdiskusi dengan pemeluk agama atau keyakinan yang berbeda dan identitas lainnya, terutama disabilitas dan transgender, ke lingkungan kampus dan kampung halamannya di Dobo, ibukota Kepulauan Aru.

“Beta tidak menyangka dan sangat beruntung ikut kegiatan ini karena dapat bertemu dan berteman dengan disabilitas dan transgender (transpuan). Ini baru dan pertama kali ketemu mereka. Ternyata mereka sangat baik dan pintar,” ujar Renny (4/3) di hadapan 20 peserta workshop lainnya.

sejuk

Mahasiswa Maluku dan penyelenggara dalam workshop produksi konten keberagaman di Ambon (4/3/2024)

Workshop dan beasiswa produksi konten keberagaman di wilayah Maluku ini digelar berkat kerja sama Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dengan Friedrich Naumann Foundation for Freedom (FNF) Indonesia, Kementerian Hukum dan HAM RI, dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas IAIN Ambon.

Merangkul yang Berbeda dan Rentan

Lewat penggalian dan pemetaan isu keberagaman di Maluku, selama proses workshop para peserta menemukan banyak tantangan segregasi dan ketegangan yang masih muncul pascakonflik etnoreligius di Ambon 1999-2002. Bahkan, beberapa kawasan atau daerah dihuni orang Islam atau Kristen saja.

Ruang hidup, budaya, sampai agama atau kepercayaan leluhur berbagai masyarakat adat di Maluku seperti Naulu, Huaulu, Alifuru, Marafenfen, dan lainnya kian tersingkir. Beberapa kasus kekerasan diseret ke identitas suku yang kemudian sering dikaitkan dengan agamanya.

Para peserta melihat fakta diskriminasi bernuansa kesukuan belum sepenuhnya hilang, yang mirisnya kerap terjadi di lingkungan pendidikan seperti kampus. Selain pendidikan, di ranah sosial, akses pekerjaan, kesehatan, dan fasilitas publik lainnya kalangan disabilitas dan minoritas gender, termasuk transpuan, masih terpinggir.

sejuk

Peserta workshop yang mewakili komunitas disabilitas, Gilberth Keneth Petrus Reawaruw, berharap dari kegiatan yang mempertemukan mahasiswa yang beragam identitas dapat menjadi gerakan yang bersama-sama aktif membangun daerah Maluku yang inklusif, ramah terhadap disabilitas dan kelompok minoritas lainnya.  

Impian yang sama disampaikan Vhiandra, mahasiswi dari komunitas transpuan Ambon. Sebagaimana Gilberth, Vhiandra juga mengajak agar orang muda dari berbagai latar belakang agama dan identitas lainnya ikut mengawal Perda Ramah HAM Kota Ambon agar terimplementasi.

“Kegiatan yang dapat mempertemukan berbagai identitas agama, suku, gender, dan disabilitas baru kali ini diadakan. Beta berharap tindak lanjut dari workshop ini bersama-sama membangun Maluku menjadi rumah bersama. Tidak ada satu pun warga yang ditinggalkan,” harap Vhiandra, transpuan yang aktif mendampingi komunitas queer dan pencegahan HIV & AIDS di kalangan populasi kunci, termasuuk para pekerja seks.    

Karena itu, sebagai orang muda, Vhiandra, Gilberth, Renny, Willy, dan peserta lainnya bertekad membangun ruang-ruang kolaborasi agar kehidupan yang beragam di bumi seribu pulau yang kaya rempah ini lebih menghargai perbedaan dan terus memperkuat perdamaian. Pelibatan kalangan minoritas dan rentan dalam membangun toleransi, keadilan, dan inklusi adalah kemestian.

Mereka pun bersepakat menghidupkan semangat “Maluku Parsamua” di kalangan orang muda. Mereka mencita-citakan Maluku menjadi rumah bersama yang aman dan ramah bagi hak-hak dan kebebasan kalangan warga yang termarginalkan.

sejuk

Beasiswa Produksi Konten Keberagaman

Para peserta mendapat bekal dan kesempatan mendiskusikan perspektif kebebasan, hak asasi manusia, gender, dan jurnalisme keberagaman yang disampaikan oleh Saidiman Ahmad, Manajer Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dan pendiri SEJUK; Ira Rachmawati, editor Kompas.com dan Ketua AJI Jember; Asfinawati, Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dan mantan Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Sedangkan skill menulis, memproduksi konten, dan videografi keberagaman disampaikan Fadiyah Alaidrus, editor New Naratif dan menulis di Project Muultatuuli, Al Jazeera, The Wall Street Journal, Coconuts, dan media berbahasa Inggris lainnya; Nurul Bahrul Ulum, content creator dan aktif di Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI); Goenawan eks-jurnalis SCTV yang sekarang mengelola konten politik dan toleransi di berbagai kanal TV.  

20 peserta dari berbagai daerah di Maluku dan 2 panitia workshop dari LPM Lintas IAIN Ambon mendapat pengalaman bergumul langsung dengan komunitas minoritas, seperti Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maluku, muslim Ahmadiyah Ambon, umat Buddha di Vihara Swarna Giri Tirta Ambon, dan komunitas pekerja seks serta pendamping orang dengan HIV (ODHIV) di Maluku.

Dari perjumpaan pembekalan perspektif, skill atau keterampilan, dan perjumpaan dengan empat kelompok minoritas di atas, para peserta dan panitia (LPM Lintas) memproduksi konten keberagaman: 4 tulisan dan 4 video.

sejuk

Mereka juga mempresentasikan proposal konten keberagaman yang kemudian dipilih para mentor untuk mendapat beasiswa produksi konten keberagaman. Berikut 10 proposal mahasiswa yang masing-masing mendapat Rp1.500.000 beasiswa produksi konten keberagaman:

1. Ana-ana Kasih Makan Om-om di Negeri Oma, Menyatukan Anak Muda yang Terpecah Belah – Juan Febrianc Wattimena, Universitas Pattimura

2. Akses Layanan Kesehatan untuk ODHIV-ODHA di Ambon – Miftahudin Raharusun, Stikes Maluku Husada

3. Hilangnya Rumah Adat – Zaskia Takimpo, Universitas Iqra Buru

4. Hukum Adat untuk Keadilan Kasus Kekerasan Seksual di Maluku – Fauziah Azzahra Ngabalin, Universitas Terbuka Ambon

5. Inklusifitas Penyandang Disabilitas di Media Sosial – Bervi Latuserimala, Universitas Pattimura

6. Keberagaman Gender di Kota Ambon, Benarkah Melanggar Norma? – William Novaldy, Universitas Pattimura

7. Minimnya Perhatian Pemerintah Ambon Terhadap Disabilitas Netra – Giberth Keneth Petrus Reawaruw, Politeknik Negeri Ambon

8. Panas Pela, Pererat Tali Silaturahmi Masyarakat Maluku – Yuli Aprilia Rea, IAKN Ambon

9. Penyempitan Ruang Hidup Masyarakat Adat di Wahai – Gibran Faqih Latuconsina, IAIN Ambon

10. Perempuan Kei dalam Persatuan dan Perdamaian – Marselia Inri Unawekla, Universitas Pattimura

Fasilitator workshop dan beasiswa produksi konten keberagaman: Yuni Pulungan dan Tantowi Anwari. Mentor produksi konten keberagaman: Ira Rachmawati dan Fadiyah Alaidrus.

---------------

Artikel ini ditulis oleh tim Redaksi SEJUK.