DE

Kebebasan Ekonomi
Swasembada Beras sebagai Sarana untuk mencapai Ketahanan Pangan

Jakarta, 28 Agustus 2019
Forum on Rice
© FNF Indonesia, CIPS

Beras merupakan sebuah komoditas dasar yang dimasak menjadi nasi untuk dikonsumsi sehari-hari oleh orang Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan orang Indonesia akan beras sebagai bahan pangan utama akan terpenuhi apabila sektor pertanian dapat mencapai kondisi swasembada beras. Dan dilihat dari kacamata konservatif swasembada beras diartikan sebagai sebuah kondisi dimana negara dapat memenuhi semua kebutuhan berasnya melalui produksi nasional.

Akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan beras nasional, lumbung-lumbung beras di pulau Jawa sudah mencapai kapasitas maksimalnya dalam memproduksi pasokan beras dan dibutuhkan konversi tata guna lahan untuk membuka lahan pertanian baru yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati.  Ditambah lagi, Indonesia merupakan negara tropis yang rentan akan hama dan penyakit yang berpotensi mengakibatkan gagal panen secara massif.

Forum on Rice
© FNF Indonesia, CIPS

Dalam Food Security Forum yang bertajuk Mengidentifikasi Perubahan yang Diperlukan dalam Rantai Distribusi Beras Indonesia, mantan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menawarkan sebuah perspektif baru tentang swasembada beras. Dalam penjelasan yang dilontarkan oleh Pak Bayu Krisnamurhti, swasembada beras tidak harus dicapai di lahan pertanian dalam negeri sendiri. Indonesia bisa mencapai swasembada beras dengan membeli lahan pertanian di Burma atau mengakuisisi perusahaan agri-business di Vietnam. Membeli dan memiliki lahan pertanian di luar negeri akan memotong biaya intensifikasi lahan dan konversi lahan nasional dan membuat impor beras dari lahan yang diakuisisi secara legal menjadi lebih murah. Alhasil, swasembada beras yang diperoleh dengan lumbung-lumbung luar negeri dijadikan sebagai sarana untuk mencapai ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Selain dari sisi pemenuhan pasokan beras, perkembangan dari sisi permintaan beras harus diperhatikan secara seksama, terutama bagaimana pemerintah wajib berperan dalam menanggapi perkembangan permintaan beras. Menurut Pak Krisnamurthi perubahan selera ataupun permintaan terhadap beras merupakan cerminan perubahan sosial ekonomi rakyat. Pendapatan masyarakat yang bertambah yang diiringi dengan meningkatnya kesadaran terhadap aspek kesehatan menimbulkan variasi terhadap permintaan beras yang memiliki kualitas yang lebih baik. Intervensi beras raskin yang bersifat homogen tidak akan berdampak efektif untuk menstabilkan harga beras, karena tidak semua segmen masyarakat mau membeli kualitas beras yang kurang baik. Beras bukan lagi menjadi komoditas melainkan sebuah produk variatif dengan harga-harga yang berbeda dan dalam melakukan intervensi stabilisasi harga pasar, instansi pemerintah yang berwenang harus mengetahui preferensi konsumen terhadap jenis-jenis beras yang beragam agar intervensi yang dilakukan bisa tepat sasaran.

Tindakan intervensi lainnya yang membuat banyak pengusaha beras kewalahan adalah penerapan HET (Harga Eceran Tertinggi). Kebijakan HET adalah penetapan harga maksimum yang harus dipatuhi produsen dalam menjual beras. Penerapan harga maksimum memiliki intensi yang baik dan sudah terbukti dapat melindungi konsumen dengan menikmati harga beras yang terjangkau, tetapi tidak melindungi produsen beras, terutama perusahaan pengilingan yang palit akibat kebijakan tersebut. Pelaku usaha tidak dapat menutupi biaya produksi pengilingan dengan penetapan kebijakan harga maksimum yang rendah dan tidak memberikan insentif untuk melakukan penyimpanan beras. Ketua Badan Usaha Milik Rakyat, Luwarso menegaskan dalam forum ketahanan pangan bahwa HET tidak sesuai dengan kondisi lapangan dan permintaan pasar. Penjualan beras yang efektif menurut Luwarso harus dialokasikan sesuai segementasi dan harga pasar yang berlaku.

Menyikapi permasalahan ini, mekanisme pasar adalah instrumen penawar untuk menentukan harga beras yang menguntungkan baik pihak produsen dan konsumen. Apabila ada oknum-oknum yang berusaha mencari keuntungan dengan memainkan harga pasar, instansi pemerintah dibutuhkan untuk mengintervensi pasar dengan melakukan kegiatan operasi pasar dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.