DE

Hak Asasi Manusia
Memperjuangkan Pelayanan Publik Inklusif: Tantangan dan Harapan bagi Kaum Disabilitas di Indonesia

kln
© Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia

Pekanbaru – Pemerintah dewasa ini terus berusaha memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, termasuk di dalamnya pelayanan publik bagi kaum disabilitas. Namun, dalam perjalanannya, pelayanan publik yang ada di Indonesia saat ini masih belum memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan kaum disabilitas. Kemenkumham pun diminta dapat meningkatkan pelayanan publik yang ramah bagi kaum disabilitas.

Hal tersebut disampaikan oleh Pekerja Sosial Ahli Muda di Dinas Sosial Provinsi Riau, Rita Romawli Simanjuntak, dalam Diseminasi Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) Menuju Pelayanan Publik Inklusif, di Pekanbaru, Riau.

Menurut Rita, terdapat tiga kendala yang dihadapi dirinya dan teman-teman komunitas penyandang disabilitas dalam pelayanan publik yang ada di Indonesia.

“Kendala yang pertama yaitu aksesibilitas yang sulit, kemudian keterbatasan akses informasi, dan diskriminasi,” ujar Rita di Pekanbaru, Riau, Kamis (07/03/2024).

Dirinya menyambut baik inovasi dalam pelayanan publik di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), contohnya pelayanan paspor, akan tetapi fasilitas yang disiapkan belum menjangkau kaum disabilitas.

“Begitu pula dengan akses informasi, teman-teman dengan gangguan penglihatan dan pendengaran agak sulit mendapatkan informasi. Dan kami masih merasakan diskriminasi oleh petugas ketika kami mengajukan pelayanan publik. Mereka melihat kami masih menganggap kami dari sisi kasihan/charity. Malah kami dikasih uang seribu,” sambungnya

Kemudian terkait bantuan hukum, Rita menjelaskan, bahwa pelayanan bantuan hukum yang ada saat ini masih belum ramah kaum disabilitas.

“Tidak ada pendamping hukum yang ramah disabilitas. Kami butuh perlindungan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM), banyak pelanggaran yang terjadi kepada kita,”

- Rita Romawli Simanjuntak

Menghadapi berbagai kendala tersebut, Rita berharap, Kemenkumham dapat membantu kaum disabilitas dalam memfasilitasi kebutuhan kaum disabilitas dalam pelayanan publik.

“Bahkan tidak cukup hanya Kumham, kita harus bergandengan tangan dalam menghadapi tantangan mewujudkan pelayanan publik yang ramah kaum disabilitas, tidak bisa sendiri. Kita harus sering-sering buat forum terpadu terkait pemenuhan hak disabilitas,” tandas Rita.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Divisi Pelayanan Hukum (Kadiv Yankum) Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Riau, Edison Manik mengatakan, bahwa apa yang disampaikan Rita menjadi catatan/pekerjaan rumah Kanwil Kemenkumham Riau, untuk saling mengingatkan. Jika ada harmonisasi produk hukum daerah, harus mengundang instansi/pihak yang terkait. Apabila yang dibahas terkait pajak retribusi daerah, undang pengelola pajak, kanwil Direktorat Jenderal Pajak, dan undang masyarakat yang terkena pajak.

“Saya berjanji akan undang kaum disabilitas dalam rapat harmonisasi yang berkaitan dengan produk hukum daerah yang berkaitan dengan HAM dan disabilitas,”

kln
- Edison Manik

Kadiv Yankum Riau juga mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat ke Bupati, Walikota se-Riau, dan Gubernur agar segera menindaklanjuti Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) 25 Tahun 2023 tentang Pelayanan Publik Berbasis HAM, yang berkaitan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) 4 Januari 2024, yang isinya menerangkan jikalau ada yang kurang patuh, Kemenkumham dapat kewenangan dalam penilaian indeks reformasi hukum.

“Kanwil Kemenkumham Riau memberi dukungan penuh untuk membentuk perda produk hukum berbasis HAM,” ujar Edison.

Lebih lanjut Edison menjelaskan, bahwa Kemenkumham telah menganalisa peraturan daerah (perda) yang bernuansa disabilitas yang bermasalah untuk dilakukan dievaluasi.

“Evaluasi terhadap perda-perda yang mengandung diskriminasi kepada kaum disabilitas telah kita lakukan,” jelasnya.

Sementara itu, Analis Hukum Kanwil Kemenkumham Riau, Hendi Pratama, memberikan tanggapan, bahwa Kanwil Kemenkumham Riau juga melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum (LBH) di Riau.

“Ada 14 LBH di kabupaten/kota di Provinsi Riau. Masukan ibu Rita bisa kami sampaikan ke 14 LBH ini, agar pelayanan terhadap disabilitas bisa dimaksimalkan. Kalau ada laporan pelayanan bantuan hukum yang tidak baik kepada kaum disabilitas, bisa dilaporkan ke kami, nanti kami evaluasi, bisa kami ganti dengan LBH lain,” terang Hendi.

Sebelumnya, Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama, Hantor Situmorang dalam sambutannya mengatakan, kegiatan diseminasi kali ini merupakan kolaborasi antara Kemenkumham, dan Friedrich Naumann Stiftung Indonesia, sebuah international non-governmental organization dari Jerman, yang peduli akan nilai-nilai HAM, khususnya bagi kaum yang termarjinalkan.